Jumat, 30 September 2011

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KEGIATAN ALAM


Kegiatan Alam Terbuka ( KAT ) adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di lokasi yang masih alami baik berupa hutan, perbukitan, pantai dll. Kegiatan di alam terbuka saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif wisata, kegiatan pendidikan dan bahkan penelitian. Selain untuk tujuan-tujuan tersebut, kegiatan ini juga bermanfaat untuk mengenal Kebesaran Illahi melalui keajaiban alam yang merupakan ciptaan-Nya berupa berbagai keneragaman hayati yang sangat beraneka ragam yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri.
Namun dalam pelaksanaanya, kegiatan ini ternyata memiliki resiko yang cukup tinggi. Karena tidak seperti kegiatan wisata lainnya yang didukung oleh fasilitas yang menunjang keselamatan pelaku atau pengunjung, Kegiatan Alam Terbuka justru sangat rentan terjadinya kecelakaan karena memang kegiatan ini dilaksanakan ditempat yang masih alami seperti kondisi perbukitan terjal, jurang, aliran sungai yang deras, dan kondisi alam lainnya yang berpotensi menimbulkan bahaya dan juga mempersulit upaya penyelamatan bagi korban atau penderita.
Meskipun bukan suatu hal yang diharapkan, kecelakaan ( accident ) memerlukan langkah antisipatif yang diantaranya dengan mengetahui atau mendiagnosa penyakit maupun akibat kecelakaan, penanganan terhadap korban dan evakuasi korban bila diperlukan. Hal ini memerlukan pengetahuan agar korban tidak mengalami resiko cidera yang lebih besar.
II. DEFINISI
Pertolongan Pertama (PP) adalah perawatan pertama yang diberikan kepada orang yang mendapat kecelakaan atau sakit yang tiba-tiba datang sebelum mendapatkan pertolongan dari tenaga medis. Ini berarti:
Pertolongan Pertama harus diberikan secara cepat walaupun perawatan selanjutnya tertunda.
Pertolongan Pertama harus tepat sehingga akan meringankan sakit korban bukan menambah sakit korban.
III. DASAR-DASAR PERTOLONGAN PERTAMA
Pertolongan Pertama merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum si korban mendapatkan perawatan dari tenaga medis resmi. Jadi tindakan Pertolongan Pertama (PP) ini bukanlah tindakan pengobatan sesungguhnya dari suatu diagnosa penyakit agar si penderita sembuh dari penyakit yang dialami. Pertolongan Pertama biasanya diberikan oleh orang-orang disekitar korban yang diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini harus diberikan secara cepat dan tepat sebab penanganan yang salah dapat berakibat buruk, cacat tubuh bahkan kematian.
Namun sebelum kita memasuki pembahasan kearah penanggulangan atau pengobatan terhadap luka, akan lebih baik kita berbicara dulu mengenai pencegahan terhadap suatu kecelakaan (accident), terutama dalam kegiatan di alam bebas. Selain itu harus kita garis bawahi bahwa situasi dalam berkegiatan sering memerlukan bukan sekedar pengetahuan kita tentang pengobatan, namun lebih kepada pemahaman kita akan prinsip-prinsip pertolongan terhadap korban. Sekedar contoh, beberapa peralatan yang disebutkan dalam materi ini kemungkinan tidak selalu ada pada setiap kegiatan, aka kita dituntut kreatif dan mampu menguasai setiap keadaan.
a. Prinsip Dasar
Adapun prinsip-prinsip dasar dalam menangani suatu keadaan darurat tersebut diantaranya:
Pastikan Anda bukan menjadi korban berikutnya. Seringkali kita lengah atau kurang berfikir panjang bila kita menjumpai suatu kecelakaan. Sebelum kita menolong korban, periksa dulu apakah tempat tersebut sudah aman atau masih dalam bahaya.
Pakailah metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efesien. Hindarkan sikap sok pahlawan. Pergunakanlah sumberdaya yang ada baik alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya. Bila Anda bekerja dalam tim, buatlah perencanaan yang matang dan dipahami oleh seluruh anggota.
Biasakan membuat cataan tentang usaha-usaha pertolongan yang telah Anda lakukan, identitas korban, tempat dan waktu kejadian, dsb. Catatan ini berguna bila penderita mendapat rujukan atau pertolongan tambahan oleh pihak lain.
b. Sistematika Pertolongan Pertama
Secara umum urutan Pertolongan Pertama pada korban kecelakaan adalah :
1. Jangan Panik
Berlakulah cekatan tetapi tetap tenang. Apabila kecelakaan bersifat massal, korban-korban yang mendapat luka ringan dapat dikerahkan untuk membantu dan pertolongan diutamakan diberikan kepada korban yang menderita luka yang paling parah tapi masih mungkin untuk ditolong.
2. Jauhkan atau hindarkan korban dari kecelakaan berikutnya.
Pentingnya menjauhkan dari sumber kecelakaannya adalah untuk mencegah terjadinya kecelakan ulang yang akan memperberat kondisi korban. Keuntungan lainnya adalah penolong dapat memberikan pertolongan dengan tenang dan dapat lebih mengkonsentrasikan perhatiannya pada kondisi korban yang ditolongnya. Kerugian bila dilakukan secara tergesa-gesa yaitu dapat membahayakan atau memperparah kondisi korban.
3. Perhatikan pernafasan dan denyut jantung korban.
Bila pernafasan penderita berhenti segera kerjakan pernafasan bantuan.
Pendarahan.
Pendarahan yang keluar pembuluh darah besar dapat membawa kematian dalam waktu 3-5 menit. Dengan menggunakan saputangan atau kain yang bersih tekan tempat pendarahan kuat-kuat kemudian ikatlah saputangan tadi dengan dasi, baju, ikat pinggang, atau apapun juga agar saputangan tersebut menekan luka-luka itu. Kalau lokasi luka memungkinkan, letakkan bagian pendarahan lebih tinggi dari bagian tubuh.
5. Perhatikan tanda-tanda shock.
Korban-korban ditelentangkan dengan bagian kepala lebih rendah dari letak anggota tubuh yang lain. Apabila korban muntah-muntah dalm keadaan setengah sadar, baringankan telungkup dengan letak kepala lebih rendah dari bagian tubuh yang lainnya. Cara ini juga dilakukan untuk korban-korban yang dikhawatirkan akan tersedak muntahan, darah, atau air dalam paru-parunya. Apabila penderita mengalami cidera di dada dan penderita sesak nafas (tapi masih sadar) letakkan dalam posisi setengah duduk.
6. Jangan memindahkan korban secara terburu-buru.
Korban tidak boleh dipindahakan dari tempatnya sebelum dapat dipastikan jenis dan keparahan cidera yang dialaminya kecuali bila tempat kecelakaan tidak memungkinkan bagi korban dibiarkan ditempat tersebut. Apabila korban hendak diusung terlebih dahulu pendarahan harus dihentikan serta tulang-tulang yang patah dibidai. Dalam mengusung korban usahakanlah supaya kepala korban tetap terlindung dan perhatikan jangan sampai saluran pernafasannya tersumbat oleh kotoran atau muntahan.
7. Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan.
Setelah dilakukan pertolongan pertama pada korban setelah evakuasi korban ke sentral pengobatan, puskesmas atau rumah sakit. Perlu diingat bahwa pertolongan pertama hanyalah sebagai life saving dan mengurangi kecacatan, bukan terapi. Serahkan keputusan tindakan selanjutnya kepada dokter atau tenaga medis yang berkompeten.
IV. KASUS-KASUS KECELAKAAN ATAU GANGGUAN DALAM KEGIATAN ALAM TERBUKA
Berikut adalah kasus-kasus kecelakaan atau gangguan yang sering terjadi dalam kegiatan di alam terbuka berikut gejala dan penanganannya:
a. Pingsan (Syncope/collapse) yaitu hilangnya kesadaran sementara karena otak kekurangan O2, lapar, terlalu banyak mengeluarkan tenaga, dehidrasi (kekurangan cairan tubuh), hiploglikemia, animea.
Gejala
Perasaan limbung
Pandangan berkunang-kunang
Telinga berdenging
Nafas tidak teratur
Muka pucat
Biji mata melebar
Lemas
Keringat dingin
Menguap berlebihan
Tak respon (beberapa menit)
Denyut nadi lambat
Penanganan
Baringkan korban dalam posisi terlentang
Tinggikan tungkai melebihi tinggi jantung
Longgarkan pakaian yang mengikat dan hilangkan barang yang menghambat pernafasan
Beri udara segar
Periksa kemungkinan cedera lain
Selimuti korban
Korban diistirahatkan beberapa saat
Bila tak segera sadar >> periksa nafas dan nadi >> posisi stabil >> Rujuk ke instansi kesehatan
b. Dehidrasi yaitu suatu keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan cairan. Hal ini terjadi apabila cairan yang dikeluarkan tubuh melebihi cairan yang masuk. Keluarnya cairan ini biasanya disertai dengan elektrolit (K, Na, Cl, Ca). Dehidrasi disebabkan karena kurang minum dan disertai kehilangan cairan/banyak keringat karena udara terlalu panas atau aktivitas yang terlalu berlebihan.
Gejala dan tanda dehidrasi
Dehidrasi ringan
Defisit cairan 5% dari berat badan
Penderita merasa haus
Denyut nadi lebih dari 90x/menit
Dehidrasi sedang
Defisit cairan antara 5-10% dari berat badan
Nadi lebih dari 90x/menit
Nadi lemah
Sangat haus
Dehidrasi berat
Defisit cairan lebih dari 10% dari berat badan
Hipotensi
Mata cekung
Nadi sangat lemah, sampai tak terasa
Kejang-kejang
Penanganan
Mengganti cairan yang hilang dan mengatasi shock
mengganti elektrolit yang lemah
Mengenal dan mengatasi komplikasi yang ada
Memberantas penyebabnya
Rutinlah minum jangan tunggu haus
c. Asma yaitu penyempitan/gangguan saluran pernafasan.
Gejala
Sukar bicara tanpa berhenti, untuk menarik nafas
Terdengar suara nafas tambahan
Otot Bantu nafas terlihat menonjol (dileher)
Irama nafas tidak teratur
Terjadinya perubahan warna kulit (merah/pucat/kebiruan/sianosis)
Kesadaran menurun (gelisah/meracau)
Penanganan
Tenangkan korban
Bawa ketempat yang luas dan sejuk
Posisikan ½ duduk
Atur nafas
Beri oksigen (bantu) bila diperlukan
d. Pusing/Vertigo/Nyeri Kepala yaitu sakit kepala yang disebabkan oleh kelelahan, kelaparan, gangguan kesehatan dll.
Gejala
Kepala terasa nyeri/berdenyut
Kehilangan keseimbangan tubuh
Lemas
Penanganan
Istirahatkan korban
Beri minuman hangat
beri obat bila perlu
Tangani sesuai penyebab
e. Maag/Mual yaitu gangguan lambung/saluran pencernaan.
Gejala
Perut terasa nyeri/mual
Berkeringat dingin
Lemas
Penanganan
Istirahatkan korban dalam posisi duduk ataupun berbaring sesuai kondisi korban
Beri minuman hangat (teh/kopi)
Jangan beri makan terlalu cepat
f. Lemah jantung yaitu nyeri jantung yang disebabkan oleh sirkulasi darah kejantung terganggu atau terdapat kerusakan pada jantung.
Gejala
Nyeri di dada
Penderita memegangi dada sebelah kiri bawah dan sedikit membungkuk
Kadang sampai tidak merespon terhadap suara
Denyut nadi tak teraba/lemah
Gangguan nafas
Mual, muntah, perasaan tidak enak di lambung
Kepala terasa ringan
Lemas
Kulit berubah pucat/kebiruan
Keringat berlebihan
Tidak semua nyeri pada dada adalah sakit jantung. Hal itu bisa terjadi karena gangguan pencernaan, stress, tegang.
Penanganan
Tenangkan korban
Istirahatkan
Posisi ½ duduk
Buka jalan pernafasan dan atur nafas
Longgarkan pakaian dan barang barang yang mengikat pada badan
Jangan beri makan/minum terlebih dahulu
Jangan biarkan korban sendirian (harus ada orang lain didekatnya)
f. Histeria yaitu sikap berlebih-lebihan yang dibuat-buat (berteriak, berguling-guling) oleh korban; secara kejiwaan mencari perhatian.
Gejala
Seolah-olah hilang kesadaran
Sikapnya berlebihan (meraung-raung, berguling-guling di tanah)
Tidak dapat bergerak/berjalan tanpa sebab yang jelas
Penanganan
Tenangkan korban
Pisahkan dari keramaian
Letakkan di tempat yang tenang
Awasi
g. Mimisan yaitu pecahnya pembuluh darah di dalam lubang hidung karena suhu ekstrim (terlalu panas/terlalu dingin)/kelelahan/benturan.
Gejala
Dari lubang hidung keluar darah dan terasa nyeri
Korban sulit bernafas dengan hidung karena lubang hidung tersumbat oleh darah
Kadang disertai pusing
Penanganan
Bawa korban ke tempat sejuk/nyaman
Tenangkan korban
Korban diminta menunduk sambil menekan cuping hidung
Diminta bernafas lewat mulut
Bersihkan hidung luar dari darah
Buka setiap 5/10 menit. Jika masih keluar ulangi tindakan Pertolongan Pertama
h. Kram yaitu otot yang mengejang/kontraksi berlebihan.
Gejala
Nyeri pada otot
Kadang disertai bengkak
Penanganan
Istirahatkan
Posisi nyaman
Relaksasi
Pijat berlawanan arah dengan kontraksi
i. Memar yaitu pendarahan yang terdi di lapisan bawah kulit akibat dari benturan keras.
Gejala
Warna kebiruan/merah pada kulit
Nyeri jika di tekan
Kadang disertai bengkak
Penanganan
Kompres dingin
Balut tekan
Tinggikan bagian luka
J. Keseleo yaitu pergeseran yang terjadi pada persendian biasanya disertai kram.
Gejala
Bengkak
Nyeri bila tekan
Kebiruan/merah pada derah luka
Sendi terkunci
Ada perubahan bentuk pada sendi
Penanganan
Korban diposisikan nyaman
Kompres es/dingin
Balut tekan dengan ikatan 8 untuk mengurangi pergerakan
Tinggikan bagian tubuh yang luka
k. Luka yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan secara tiba-tiba karena kekerasan/injury.
Gejala
Terbukanya kulit
Pendarahan
Rasa nyeri
Penanganan
Bersihkan luka dengan antiseptic (alcohol/boorwater)
Tutup luka dengan kasa steril/plester
Balut tekan (jika pendarahannya besar)
Jika hanya lecet, biarkan terbuka untuk proses pengeringan luka
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menangani luka:
Ketika memeriksa luka: adakah benda asing, bila ada:
Keluarkan tanpa menyinggung luka
Kasa/balut steril (jangan dengan kapas atau kain berbulu)
Evakuasi korban ke pusat kesehatan
Bekuan darah: bila sudah ada bekuan darah pada suatu luka ini berarti luka mulai menutup. Bekuan tidak boleh dibuang, jika luka akan berdarah lagi.
l. Pendarahan yaitu keluarnya darah dari saluran darah kapan saja, dimana saja, dan waktu apa saja. Penghentian darah dengan cara
Tenaga/mekanik, misal menekan, mengikat, menjahit dll
Fisika:
Bila dikompres dingin akan mengecil dan mengurangi pendarahan
Bila dengan panas akan terjadinya penjedalan dan mengurangi
Kimia: Obat-obatan
Biokimia: vitamin K
Elektrik: diahermik
m. Patah Tulang/fraktur yaitu rusaknya jaringan tulang, secara keseluruhan maupun sebagian
Gejala
Perubahan bentuk
Nyeri bila ditekan dan kaku
Bengkak
Terdengar/terasa (korban) derikan tulang yang retak/patah
Ada memar (jika tertutup)
Terjadi pendarahan (jika terbuka)
Jenisnya
Terbuka (terlihat jaringan luka)
Tertutup
Penanganan
Tenangkan korban jika sadar
Untuk patah tulang tertutup
Periksa Gerakan (apakah bagian tubuh yang luka bias digerakan/diangkat)
Sensasi (respon nyeri)
Sirkulasi (peredaran darah)
Ukur bidai disisi yang sehat
Pasang kain pengikat bidai melalui sela-sela tubuh bawah
Pasang bantalan didaerah patah tulang
Pasang bidai meliputi 2 sendi disamping luka
Ikat bidai
Periksa GSS
Untuk patah tulang terbuka
1.Buat pembalut cincin untuk menstabilkan posisi tulang yang mencuat
2.Tutup tulang dengan kasa steril, plastik, pembalut cincin
3.Ikat dengan ikatan V
4.Untuk selanjutnya ditangani seperti pada patah tulang tertutup

Tujuan Pembidaian
Mencegah pergeseran tulang yang patah
memberikan istirahat pada anggota badan yang patah
mengurangi rasa sakit
Mempercepat penyembuhan
n. Luka Bakar yaitu luka yangterjadi akibat sentuhan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik, atau zat-zat yang bersifat membakar)
Penanganan
Matikan api dengan memutuskan suplai oksigen
Perhatikan keadaan umum penderita
Pendinginan
Membuka pakaian penderita/korban
Merendam dalam air atau air mengalir selama 20 atau 30 menit. Untuk daerah wajah, cukup dikompres air
Mencegah infeksi
Luka ditutup dengan perban atau kain bersih kering yang tak dapat melekat pada luka
Penderita dikerudungi kain putih
Luka jangan diberi zat yang tak larut dalam air seperti mentega, kecap dll
Pemberian sedative/morfin 10 mg im diberikan dalam 24 jam sampai 48 jam pertama
Bila luka bakar luas penderita diKuasakan
Transportasi kefasilitasan yang lebih lengkap sebaiknya dilakukan dalam satu jam bila tidak memungkinkan masih bisa dilakukan dalam 24-48 jam pertama dengan pengawasan ketat selama perjalanan.
Khusus untuk luka bakar daerah wajah, posisi kepala harus lebih tinggi dari tubuh.
o. Hipotermia yaitu suhu tubuh menurun karena lingkungan yang dingin
Gejala
Menggigil/gemetar
Perasaan melayang
Nafas cepat, nadi lambat
Pandangan terganggu
Reaksi manik mata terhadap rangsangan cahaya lambat
Penanganan
Bawa korban ketempat hangat
Jaga jalan nafas tetap lancar
Beri minuman hangat dan selimut
Jaga agar tetap sadar
Setelah keluar dari ruangan, diminta banyak bergerak (jika masih kedinginan)
p. Keracunan makanan atau minuman
Gejala
Mual, muntah
Keringat dingin
Wajah pucat/kebiruan
Penanganan
Bawa ke tempat teduh dan segar
Korban diminta muntah
Diberi norit
Istirahatkan
Jangan diberi air minum sampai kondisinya lebih baik
q. Gigitan binatang gigitan binatang dan sengatan, biasanya merupakan alat dari binatang tersebut untuk mempertahankan diri dari lingkungan atau sesuatu yang mengancam keselamatan jiwanya. Gigitan binatang terbagi menjadi dua jenis; yang berbisa (beracun) dan yang tidak memiliki bisa. Pada umumnya resiko infeksi pada gigitan binatang lebih besar daripada luka biasa.
Pertolongan Pertamanya adalah:
Cucilah bagian yang tergigit dengan air hangat dengan sedikit antiseptik
Bila pendarahan, segera dirawat dan kemudian dibalut
Ada beberapa jenis binatang yang sering menimbulkan ganguan saat melakukan kegiatan di alam terbuka, diantaranya:
1. Gigitan Ular
Tidak semua ular berbisa, akan tetapi hidup penderita/korban tergantung pada ketepatan diagnosa, maka pad keadaan yang meragukan ambillah sikap menganggap ular tersebut berbisa. Sifat bisa/racun ular terbagi menjadi 3, yaitu:
Hematotoksin (keracunan dalam)
Neurotoksin (bisa/racun menyerang sistem saraf)
Histaminik (bisa menyebabkan alergi pada korban)
Nyeri yang sangat dan pembengkakan dapat timbul pada gigitan, penderita dapat pingsan, sukar bernafas dan mungkin disertai muntah. Sikap penolong yaitu menenangkan penderita adalah sangat penting karena rata-rata penderita biasanya takut mati.
Penanganan untuk Pertolongan Pertama:
Telentangkan atau baringkan penderita dengan bagian yang tergigit lebih rendah dari jantung.
Tenangkan penderita, agar penjalaran bisa ular tidak semakin cepat
Cegah penyebaran bias penderita dari daerah gigitan
Torniquet di bagian proximal daerah gigitan pembengkakan untuk membendung sebagian aliran limfa dan vena, tetapi tidak menghalangi aliran arteri. Torniquet / toniket dikendorkan setiap 15 menit selama + 30 detik
Letakkan daerah gigitan dari tubuh
Berikan kompres es
Usahakan penderita setenang mungkin bila perlu diberikan petidine 50 mg/im untuk menghilangkan rasa nyeri
Perawatan luka
Hindari kontak luka dengan larutan asam Kmn 04, yodium atau benda panas
Zat anestetik disuntikkan sekitar luka jangan kedalam lukanya, bila perlu pengeluaran ini dibantu dengan pengisapan melalui breastpump sprit atau dengan isapan mulut sebab bisa ular tidak berbahaya bila ditelan (selama tidak ada luka di mulut).
Bila memungkinkan, berikan suntikan anti bisa (antifenin)
Perbaikan sirkulasi darah
Kopi pahit pekat
Kafein nabenzoat 0,5 gr im/iv
Bila perlu diberikan pula vasakonstriktor
Obat-obatan lain
Ats
Toksoid tetanus 1 ml
Antibiotic misalnya: PS 4:1
2. Gigitan Lipan
Ciri-ciri
Ada sepasang luka bekas gigitan
Sekitar luka bengkak, rasa terbakar, pegal dan sakit biasanya hilang dengan sendirinya setelah 4-5 jam
Penanganan
Kompres dengan yang dingin dan cuci dengan obat antiseptik
Beri obat pelawan rasa sakit, bila gelisah bawa ke paramedik
3. Gigitan Lintah dan Pacet
Ciri-ciri
Pembengkakan, gatal dan kemerah-merahan (lintah)
Penanganan
Lepaskan lintah/pacet dengan bantuan air tembakau/air garam
Bila ada tanda-tanda reaksi kepekaan, gosok dengan obat atau salep anti gatal
4. Sengatan Lebah/Tawon dan Hewan Penyengat lainnya
Biasanya sengatan ini kurang berbahaya walaupun bengkak, memerah, dan gatal. Namun beberapa sengatan pada waktu yang sama dapat memasukkan racun dalam tubuh korban yang sangat menyakiti.
Perhatian:
Dalam hal sengatan lebah, pertama cabutlah sengat-sengat itu tapi jangan menggunakan kuku atau pinset, Anda justru akan lebih banyak memasukkan racun kedalam tubuh. Cobalah mengorek sengat itu dengan mata pisau bersih atau dengan mendorongnya ke arah samping
Balutlah bagian yang tersengat dan basahi dengan larutan garam inggris.
V. EVAKUASI KORBAN
Adalah salah satu tahapan dalam Pertolongan Pertama yaitu untuk memindahkan korban ke lingkungan yng aman dan nyaman untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut.
Prinsip Evakuasi
Dilakukan jika mutlak perlu
Menggunakan teknik yang baik dan benar
Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih serta memiliki semangat untuk menyelamatkan korban dari bahaya yang lebih besar atau bahkan kematian
Alat Pengangutan
Dalam melaksanakan proses evakusi korban ada beberapa cara atau alat bantu, namun hal tersebut sangat tergantung pada kondisi yang dihadapi (medan, kondisi korban ketersediaan alat). Ada dua macam alat pengangkutan, yaitu:
1. Manusia
Manusia sebagai pengangkutnya langsung. Peranan dan jumlah pengangkut mempengaruhi cara angkut yang dilaksanakan.
Bila satu orang maka penderita dapat:
Dipondong : untuk korban ringan dan anak-anak
Digendong : untuk korban sadar dan tidak terlalu berat serta tidak patah tulang
Dipapah : untuk korban tanpa luka di bahu atas
Dipanggul/digendong
Merayap posisi miring
Bila dua orang maka penderita dapat:
Maka pengangkutnya tergantung cidera penderita tersebut dan diterapkan bila korban tak perlu diangkut berbaring dan tidak boleh untuk mengangkut korban patah tulang leher atau tulang punggung.
Dipondong : tangan lepas dan tangan berpegangan
Model membawa balok
Model membawa kereta
2. Alat bantu
Tandu permanen
Tandu darurat
Kain keras/ponco/jaket lengan panjang
Tali/webbing
Persiapan
Yang perlu diperhatikan:
1. Kondisi korban memungkinkan untuk dipindah atau tidak berdasarkan penilaian kondisi dari: keadaan respirasi, pendarahan, luka, patah tulang dan gangguan persendian
2. Menyiapkan personil untuk pengawasan pasien selama proses evakuasi
3. Menentukan lintasan evakusi serta tahu arah dan tempat akhir korban diangkut
4. Memilih alat
5. Selama pengangkutan jangan ada bagian tuhuh yang berjuntai atau badan penderita yang tidak daolam posisi benar
VI. FARMAKOLOGI
Farmakologi adalah pengetahuan mengenai obat-obatan. Yang dibahas disini hanya sekedar obat-obatan standar yang sering dibutuhkan dalam Kegiatan Alam Terbuka.NO  Nama Obat      Kegunaan
1          CTM    Alergi, obat tidur
2          Betadine          Antiseptik
3          Povidone Iodine         Antiseptik
4          Neo Napacyne            Asma, sesak nafas
5          Asma soho      Asma,sesak nafas
6          Konidin           Batuk
7          Oralit   Dehidrasi
8          Entrostop        Diare
9          Demacolin       Flu, batuk
10        Norit    Keracunan
11        Antasida doen Maag
12        Gestamag        Maag
13        Kina    Malaria
14        Oxycan            Memberi tambahan oksigen murni
15        Damaben         Mual
16        Feminax          Nyeri haid
17        Spasmal           Nyeri haid
18        Counterpain    Pegal linu
19        Alkohol 70%   Pembersih luka/antiseptic
20        Rivanol            Pembersih luka/antiseptic
21        Chloroetil (obat semprot luar) Pengurang rasa sakit
22        Pendix Pengurang rasa sakit
23        Antalgin          Pengurang rasa sakit, pusing
24        Paracetamol     Penurun panas
25        Papaverin        Sakit perut
26        Vitamin C       Sariawan
27        Dexametason  Sesak nafas

Sumber : Materi Latihan PP Ospek. KSR PMI Unit UNSOED Purwokerto.2006
VII. PENUTUP
Pertolongan Pertama adalah sebagai suatu tindakan antisipatif dalam keadaan darurat namun memiliki dampak yang sangat besar bagi penderita atau korban. Kesalahan diagnosa dan penanganan dapat mendatangkan bahaya yang lebih besar, cacat bahkan kematian. Satu hal yang perlu diingat adalah Pertolongan Pertama merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum si korban mendapatkan perawatan dari tenaga medis resmi. Jadi tindakan Pertolongan Pertama (PP) ini bukanlah tindakan pengobatan sesungguhnya dari suatu diagnosa penyakit agar si penderita sembuh dari penyakit yang dialami. Serahkan penanganan selanjutnya (bila diperlukan) pada dokter atau tenaga medis yang berkompeten.

Materi MOUNTAINEERING

I.PENDAHULUAN

Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum. Namun demiukian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjaadi bidang ketrampilan yang mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam) yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan, cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :

1. Berjalan (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan yang paling banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
2. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan banyak metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam secara khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki yang berhenti, tangan hanya memberi pertolongan.
3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik pendakian tebing gunung salju.
Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah mencakup : Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunungan, teknik-teknik Rock Climbing dan lain-lain.

          II.PERSIAPAN MENDAKIGUNUNG
1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter.
Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain.


         III. BAHAYA DI GUNUNG

Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendakian.

1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datang dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan lain-lain.
Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterbatasan-keterbatasan pada diri kita sendiri.

          IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN

Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu :

1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.
Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya.
2. Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
- Kelompok pelopor
- Kelompok inti
- Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi).
Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut.
Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini.
Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal.
3. Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
           V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN

Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang.
Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat.

1. Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh internal (mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
2. Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.

3. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yang ditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
-          Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
-          Sukar atau tidak dapat tidur
-          Kehilangan control emosi atau lekas marah
-          Bernafas agak berat/susah
-          Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
-          Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut.
-          Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan.
Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang sama sekali.


4. Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi.
Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel-sel yang membutuhkan lebih terjamin.
Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan (endurance) dan kelenturan (fleksibility) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal oksigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 25-50 menit setiap harinya.

            VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER

1. Orientasi Medan
Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta
Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.

Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapar dicapai :
Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau sungai adalah kedudukan kita.
Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan kita.
Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki.
Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa.
Peka dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal perjalanan.
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula.
Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut.
Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.

2. Membaca Keadaan Alam
Keadaan udara
Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angina panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam, menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
- Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
- Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
- Sandi dari rumput/semak yang diikat

Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali ke tempat semula atau pulang.

3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1    : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak, Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.


Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum berpengalaman.
Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin diperlukan.
Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.




PERTOLONGAN PERTAMA GAWAT DARURAT (PPGD)
Bayangkan ada seorang pendaki yang tidak hati-hati lalu terjatuh ke dalam jurang sedalam 10 meter. Sangat miris karena pendaki tersebut mengalami trauma tulang belakang yang cukup parah. Prognosa menyatakan dia bakal lumpuh seumur hidupnya dari batas pusar ke bawah (paraplegi). Menurut cerita teman-teman pendaki yang ikut mendaki bersama dia, pertolongan di tempat kejadian dilakukan oleh pendaki lain yang kemungkinan besar belum mengetahui teknik PPGD. Kita lalu akan membayangkan korban diangkat dari dasar jurang entah dengan apa dan bagaimana, namun dapat diyakinkan bahwa proses evakuasi, mobilisasi dan tranportasi korban sangatlah merugikan dan memperburuk cedera tulang belakangnya.
Bayangkan juga ada seorang pendaki yang tiba-tiba mengalami serangan jantung yang menyebabkan jantungnya tiba-tiba berhenti berdenyut lalu mengalami kematian mendadak karena tidak mendapatkan pertolongan yang cepat, padahal kita berada tidak jauh dari lokasinya. Atau seorang pemanjat tebing yang mengalami kecelakaan dan menyebabkan fraktur terbuka yang mengeluarkan cukup banyak darah lalu membuatnya pingsan. Apakah yang harus kita lakukan ?
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus dipikirkan satu bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat kejadian, selama perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas kesehatan sampai pasca kejadian cedera. Tercapainya kualitas hidup penderita pada akhir bantuan harus tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan yang diberikan.
Jadi prinsip dan tujuan dilakukannya PPGD adalah :
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah keadaan menjadi lebih buruk
3. Mempercepat kesembuhan
Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah, mulai dari pre hospital stage, hospital stage, dan rehabilitation stage. Hal ini karena kualitas hidup penderita pasca cedera akan sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada periode Pre Hospital Stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja. Jika di tempat pertama kali kejadian penderita mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan dapat dihindari. Bisa diilustrasikan dengan penderita yang terus mengalami perdarahan dan tidak dihentikan selama periode Pre Hospital Stage, maka akan sampai ke rumah sakit dalam kondisi gagal ginjal.
Penderita dengan kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi & tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar.
Oleh karena itu orang awam yang menjadi first responder harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
• Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
• Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
• Menguasai teknik menghentikan perdarahan
• Menguasai teknik memasang balut-bidai
• Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
Penyebarluasan kemampuan sebagai penolong pertama dapat diberikan kepada masyarakat yang awam dalam bidang pertolongan medis baik secara formal maupun informal secara berkala dan berkelanjutan dengan menggunakan kurikulum yang sama, bentuk sertifikasi yang sama dan lencana tanda lulus yang sama. Sehingga penolong akan memiliki kemampuan yang sama dan memudahkan dalam memberikan bantuan dalam keadaan sehari-hari ataupun bencana masal.
I.                   MEMINTA PERTOLONGAN
Apakah yang anda lakukan jika menemukan seseorang pasien gawat darurat ?
1. amankan penderita
2. hubungi Ambulans dengan telepon nomor 118
3. tertibkan masyarakat
4. lakukan prosedur gawat darurat

II. TEKNIK BANTUAN HIDUP DASAR (BLS-Basic Life Support)

Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan kematian dalam waktu singkat, tetapi semuanya berakhir pada satu akhir yakni kegagalan oksigenasi sel, terutama otak dan jantung.
Usaha yang dilakukan untu mempertahankan kehidupan pada saat penderita mengalami keadan yang mengancam nyawa yang dikenal sebagai “Bantuan Hidup” (Life Support). Bila usaha Bantuan Hidup ini tanpa memakai cairan intra-vena, obat ataupun kejutan listrik maka dikenal sebagai Bantuan Hiudp Dasar (Basic Life Support). Apabila BHD dilakukan cukup cepat, kematian mungkin dapat dihindari seperti nampak dari tabel dibawah ini :
Keterlambatan kemungkinan berhasil
1 menit 98 dari 100
4 menit 50 dari 100
10 menit 1 dari 100
Catatan : Bila ada tanda kematian pasti seperti kaku mayat atau lebam mayat, sudah sia-sia untuk melakukan BHD.
Yang harus dilakukan pada BHD adalah :
  1. Airway (jalan nafas)
  2. Breathing (pernafasan)
  3. Circulation (jantung dan pembuluh darah)
  1. AIRWAY
Menilai jalan nafas dan pernafasan :
Bila penderita sadar dapat berbicara kalimat panjang : Airway baik, Breathing baik.
Bila penderita tidak sadar bisa menjadi lebih sulit
Lakukan penilaian Airway-Breathing dengan cara :
 Lihat-Dengar-Raba
Obstruksi jalan nafas
Merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat dibandingkan gangguan breathing dan circulation.lagipula perbaikan breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada Airway yang baik.
  a.      Obstruksi total
Pada obstruksi total mungkin penderita ditemukan masih sadar atau dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal larink, bila obstruksi total timbul perlahan (insidious) maka akan berawal dari obstruksi parsial menjadi total.
- Bila penderita masih sadar
Penderita akan memegang leher, dalam keadaan sangat gelisah. Kebiruan (sianosis) mungkin ditemukan, dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak ada udara keluar-masuk/ventilasi). Dalam keadaan ini harus dilakukan perasat Heimlich (abdominal thrust). Kontra-indikasi Heimlich manouvre atau kehamilan tua dan bayi.
b.      Obstruksi parsial
Disebabkan beberapa hal, biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya (semuanya saat menarik nafas, inspirasi)
- Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung dsb), bunti kumur-kumur.
- Lidah yang jatuh kebelakang-mengorok
- Penyempitan di larink atau trakhea-stridor
Pengelolaan Jalan nafas
a.       Penghisapan (suction) – bila ada cairan
b.      Menjaga jalan nafas secara manual
Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh kebelakang dengan memakai :
o   Angkat kepala-dagu (Head tilt-chin manouvre), prosedur ini tidak boleh dipakai bila ada kemungkinan patah tulang leher.
o   Angkat rahang (jaw thrust)
II.                BREATHING DAN PEMBERIAN OKSIGEN
Bila Airway sudah baik, belum tentu pernafasan akan baik sehingga perlu selalu dilakukan pemeriksaan apakah ada pernafasan penderita sudah adekuat atau belum.
1. Pemeriksaan Fisik penderita.
  1. Pernafasan Normal, kecepatan bernafas manusia adalah :
Dewasa : 12-20 kali/menit (20)
Anak-anak : 15-30 kali/menit (30)
Pada orang dewasa abnormal bila pernfasan >30 atau <10 kali/menit
b. Sesak Nafas (dyspnoe)
Bila penderita sadar, dapat berbicara tetapi tidak dapat berbicara kalimat panjang : Airway baik, Breathing terganggu, penderita terlihat sesak. Sesak nafas dapat terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka akan ditemukan :
- Penderita mengeluh sesak
- Bernafas cepat (tachypnoe)
- Pemakaian otot pernafasan tambahan
- Penderita terlihat ada kebiruan
2. Pemberian Oksigen
a. Kanul hidung (nasal canule)
b. Masker oksigen (face mask)
3. Pernafasan Buatan (artificial ventilation)
Bila diperlukan, pernafasan buatan dapat diberikan dengan cara :
  1. Mouth to mouth ventilation ( mulut ke mulut )
Dengan cara ini akan dicapai konsentrasi oksigen hanya 18% (konsentrasi udara paru saat ekspirasi).
Frekuensi Ventilasi Buatan
Dewasa 10-20 x/menit
Anak 20 x/menit
Bayi 20 x/menit
  1. Mouth to mask ventilation
  2. Bantuan Pernafasan memakai kantung (Bag-Valve-Mask, “Bagging”)
III.             CIRCULATION
  1. Umum
a.       Frekuensi denyut jantung
Frenkuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-80/menit.
b. Penentuan denyut nadi
pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi diraba pada a.radialis (lengan bawah, dibelakang ibu jari) atau a.karotis, yakni sisi samping dari jakun.
2. Henti jantung
Gejala henti jantung adalah gejala syok yang sangat berat. Penderita mungkin masih akan berusaha menarik nafas satu atau dua kali. Setelah itu akan berhenti nafas. Pada perabaan nadi tidak ditemukan a.karotis yang berdenyut.
Bila ditemukan henti jantung maka harus dilakukan masase jantung luar yang merupakan bagian dari resusitasi jantung paru (RJP,CPR). RJP hanya menghasilkan 25-30% dari curah jantung (cardiac output) sehingga oksigen tambahan mutlak diperlukan.

V. RESUSITASI JANTUNG-PARU (RJP)
1.      langkah-langkah yang haurs diambil pada sebelum memulai RJP :
( American Heart association)
a.       Tentukan tingkat kesadaran (respon penderita) :
Dilakukan dengan menggoyang penderita, bila penderita menjawab, maka ABC dalam keadaan baik.
b.      panggil bantuan
bila petugas sendiri, maka jangan mulai RJP sebelum memanggil bantuan,
c. Posisi Penderita
Penderita harus dalam keadaan terlentang, bila dalam keadaan telungkup penderita di balikkan.
c.       Periksa pernafasan
Periksa dengan inspeksi, palpasi dan aiskultasi. Pemeriksan ini paling lama 3-5 detik.
Bila penderita bernafas penderita tidak memerlukan RJP
d.      Berikan pernafasan buatan 2 kali.
Bila pernafasan buatan pertama tidak berhasil, maka posisi kepala diperbaiki atau mulut lebih dibuka. Bila pernafasan buatan kedua tidak berhasil (karena resistensi/tahanan yang kuat), maka airway harus dibersihkan dari obstruksi ( heimlich manouvre, finger sweep)
e.       Periksa pulsasi a, karotis (5-10 detik)
Bila ada pulsasi, dan penderita bernafas, dapat berhenti
Bila ada pulsasi dan penderita tidak bernafas diteruskan nafas buatan
Bila tidak ada pulsasi dilakukan RJP
2.      Tehnik Resusitasi jantung paru (Cardiopulmonary Resusitation)
RJP dapat dilakukan oleh 1 atau 2 orang.
a.       posisi penderita
penderita dalam keadaan terlentang pada dasar yang keras (lantai, backboard,short spine board).
b. posisi petugas
posisi petugas berada setinggi bahu penderita bila akan melakukan RJP 1 orang, bila penderita dilantai, petugas berlutut seinggi bahu, disisi kanan penderita. Posisi paling ideal sebenernya adalah dengan ‘menunggangi’ penderita, namun sering dapat diterima oleh keluarga penderita.
c. tempat kompresi
Tepatnya 2 inci diatas prosesus xifoideus pada tengah sternum.
Jari-jari kedua tangan dapat dirangkum, namun tidak boleh menyinggung dada penderita.
Pada bayi tekanan dilakukan dengan 2 atau 3 jari, pada garis yang menghubungkan kedua putting susu
  1. Kompresi
Dilakukan dengan meluruskan siku, beban pada bahu, bukan pada siku.
Kompresi dilakukan sedalam 3-5 cm. cara lain untuk memeriksa pulsasi a, karotis yang seharusnya ada pada setiap kompresi.
  1. Perbandingan Kompresi-Ventilasi
Pada dewasa (2 dan 1 petugas) 15 : 2 anak, maupun bayi, perbandingan kompresi-ventilasi adalah 5:1, ini akan menghasilkan kurang lebih 12 kali ventilasi setiap menitnya, pada dewasa dalam satu menit dilakukan 4 siklus.
f. Memeriksa pulsasi dan pernafasan
Pada RJP 1 orang, pemeriksaan dilakukan setiap 4 siklus (setiap 1 menit).
Pada RJP 2 orang, petugas yang melakukan ventilasi dapat sekaligus pemeriksaan pulsasi karotis, setiap beberapa menit dapat dihentikan RJP untuk memeriksa apakah denyut jantung sudah kembali.
Tanda-tanda keberhasilan tehnik RJP :
Nadi karotis mulai berdenyut, pernafasan mulai spontan, kulit yang tadinya berwarna keabu-abuan mulai menjadi merah. Bila denyut karotis sudah timbul teratur, maka kompresi dapat di hentikan tetapi pernafasan buatan tetap diteruskan sampai timbul nafas spontan.
  1. Menghentikan RJP
Bila RJP dilakukan dengan efektif, kematian biologis akan tertunda.
RJP harus dihentikan tergantung pada :
- lamanya kematian klinis
- prognosis penderita (ditinjau dari penyebab henti jantung)
- penyebab henti jantung (pada henti jantung karena minimal listrik 1 jam)
sebaiknya keputusan menghentikan RJP diserahkan kepada dokter.
  1. Komplikasi RJP
- Patah tulang iga, sering terjadi terutama pada orang tua. RJP tetap diteruskan walaupun terasa ada tulang yang patah. Patah tulang iga mungkin terjadi bila posisi tangan salah
- Perdarahan pada perut, disebabkan karena robekan hati atau limpa.