Selasa, 16 Oktober 2012

Materi Dasar Arung Jeram (Rafting)

Materi Dasar Arung Jeram (Rafting)
Oleh Anindityo Wicaksono

 
 
 
I. PENDAHULUAN

ARUNG JERAM alias rafting adalah kegiatan yang memadukan unsur olahraga, rekreasi, petualangan, dan edukasi. Memang tak ada persyaratan khusus untuk mengikuti kegiatan ini, karena hampir semua orang dapat mencobanya. Mulai dari anak-anak, remaja sampai dewasa, bahkan orang tua yang berumur 60 tahun sekalipun.

Tidak memiliki kemampuan berenang pun bukan menjadi hambatan untuk mengikuti kegiatan arung jeram. Yang anda perlukan hanya kondisi fisik yang prima dan melakukan reservasi dua minggu sebelum kegiatan. Guna menunjang kegiatan dan agar kegiatan arung jeram yang akan anda ikuti lebih berkesan dan penuh makna, berikut ini Panduan Kegiatan Arung Jeram.

II. PERALATAN ARUNG JERAM
A. Riverboats (Perahu)
Bagian-bagian yang terdapat pada perahu:
1. Bow and Stern
2. Chamber atau biasa disebut tube
3. Floor
4. Thwart
5. Boat line (tali kapal)
6. D-Ring
7. Handling Grip
8. Bilge Hole/self bailing
9. Valve

Cara duduk di perahu berbeda dengan cara duduk di kursi, yaitu dengan menyamping. Peserta duduk pada sisi perahu (baik sisi kiri maupun sisi kanan); kaki dalam posisi kuda-kuda pada lantai perahu. Posisi kuda-kuda ini dimaksudkan sebagai pengatur keseimbangan badan selama anda mengikuti pengarungan. Saat duduk di perahu, perhatikan jangan sampai ada bagian tubuh anda yang terikat atau terlilit tali. Ini sangat berbahaya jika perahu mengalami flip atau terbalik.

Posisi duduk anda pun harus mudah untuk menggapai boat line. Bila boat line pada perahu anda terlihat kendur, beritahukan segera pada skipper untuk mengencangkan boat line tersebut agar tidak mengganggu selama pengarungan.

Aturlah jarak duduk anda dengan peserta yang lain agar tidak mengganggu pergerakan selama pengarungan, baik untuk mendayung maupun saat menjalankan instruksi moving position atau perpindahan.

B. PFD (Personal Floating Device)/Life Jackets (Pelampung)
Seperti perahu, PFD atau pelampung memiliki berbagai jenis dan ukuran. Ia terbuat dari bahan polyfoam yang dibungkus dengan bahan kedap air yang berwarna terang. US Coastal Guard menganjurkan memakai PFD type III pada setiap kegiatan arung jeram. Pelampung jenis ini yang paling umum digunakan pula oleh para rafter dalam setiap pengarungannya.

Setiap PFD Type III memiliki daya apung tinggi-- dihitung berdasarkan berat tubuh rata-rata saat berada di dalam air. Maka anda tidak perlu takut tenggelam saat berada di dalam air.

Cara pemakaian PFD/Pelampung:
Pilihlah PFD yang berwarna cerah. Pastikan tidak ada lubang atau jahitan yang terlepas pada PFD tersebut, serta strap yang ada dapat dipasang dan dilepas dengan mudah. Bila bagian perut anda lebih besar dari bagian dada, pilih dan pakailah PFD dengan ukuran lebih besar.

PFD atau pelampung dipakai seperti menggunakan rompi/jaket. Pastikan setiap strap terpasang dengan benar dan bantalan kepala berada di luar. Atur keeratan tali senyaman mungkin, sehingga PFD yang anda gunakan tidak terlalu sempit atau longgar.

Setelah anda selesai memakai PFD, lakukan gerakan berikut:
1. Pada posisi berdiri, putarkan badan anda ke kiri dan kanan. Pastikan PFD yang digunakan tidak menghambat gerak tubuh anda dan tidak mengalami pergeseran/perubahan posisi. Ini ditandai dengan letak strap tetap pada satu garis tegak lurus seperti posisi kancing kemeja. Jika terjadi pegeseran, atur kembali keeratan tali pada setiap strap. Jangan malu dan ragu untuk minta skipper/rekan membantu mengatur keeratan tali strap ini.

2. Pada posisi duduk kedua kaki diluruskan kedepan; putarkan badan anda ke kiri dan kanan lalu lakukan gerakan membungkuk. Pastikan PFD yang digunakan tidak menghambat gerak tubuh anda. Jika terjadi pegeseran, atur kembali keeratan setiap strap yang ada.

3. Masih dalam posisi duduk dan kedua kaki diluruskan ke depan, minta bantuan skipper/rekan untuk menarik/mengangkat pelampung yang anda gunakan pada bagian bahu dari arah belakang. Pastikan saat pelampung dan tubuh anda ditarik/diangkat, posisi bahu pelampung tidak melebihi batas telinga anda. Jika ya, atur kembali keeratan setiap strap yang ada.

C. Paddle (Dayung)
Setiap dayung terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Pegangan, berbentuk huruf “T”, biasa disebut “T grip”.
2) Gagang, terbuat dari bahan alumunium.
3) Blade/bilah, terbuat dari bahan fiber dilapisi serat karbon yang ringan dan kuat. Namun ada pula yang terbuat dari bahan campuran plastik.

Cara memegang dayung:
Memegang dayung dalam kegiatan arung jeram mirip dengan cara memegang sapu. Yang membedakannya hanya pegangan pada bagian “T-Grip”.

Bagian ini digenggam dengan empat jari pada bagian atas T horisontal (dayung dalam posisi berdiri dan bagian bilah berada dibawah), sementara jari jempol menjepit bagian T horisontal dari bagian bawah bawah. Cara memegang ini sama untuk tangan kiri (peserta yang duduk pada bagian kanan perahu), maupun kanan (peserta yang duduk pada bagian kiri perahu).

Lengan yang lain menggenggam bagian gagang, berjarak lebih kurang sejengkal dari bilah dayung. Jangan terlalu dekat/rendah ataupun terlalu jauh/tinggi. Biasakan diri dengan cara memegang dayung ini, baik dengan tangan kanan maupun kiri. Lakukan pemanasan dengan menggunakan dayung bersama rekan-rekan anda.
D. Helm
Pilihlah helm sesuai dengan ukuran kepala. Pastikan tidak ada keretakan pada helm tersebut, serta semua tali dan strap masih dalam kondisi yang baik. Pakailah seperti pemakaian helm pada umumnya.

Atur strap senyaman mungkin; jangan terlalu sempit atau terlalu longgar agar tidak mengganggu pandangan anda selama pengarungan. Sekali lagi, pastikan strap sudah terpasang dan pada posisi yang benar.

III. PADDLE COMMAND (INSTRUKSI DALAM PENGARUNGAN)
Setelah anda terbiasa dengan cara memegang dayung, anda akan diberikan instruksi cara menggunakan dayung tersebut. Instruksi ini disebut paddle command. Prinsip dalam menggunakan dayung, adalah tenaga disalurkan pada kedua lengan yang menggerakkan dayung untuk mengatur dan mengarahkan gerak perahu. Arah dayungan tersebut dibantu gerakan badan; disesuaikan dengan tenaga yang diperlukan untuk mengatur dan mengarahkan gerak perahu.

Basic Paddle Technic, instruksi tentang teknik dasar mendayung, yaitu:
1) Forward (Maju)
Instruksi yang diberikan untuk dayungan maju, dilakukan oleh seluruh peserta dengan menarik blade/bilah dayung yang berada didalam air kearah belakang searah perahu. Posisi blade/bilah dayung saat menyentuh air adalah tegak lurus terhadap permukaan atau mendekati 90 derajat. Pada saat keluar dari air, dayung diarahkan sejajar dengan permukaan; berputar mendekati 90 derajat hingga bilah dayung kembali menyentuh air. Gerakan ini dilakukan berulang-ulang sampai ada instruksi lanjutan.

2) Backward (Mundur)
Instruksi yang diberikan untuk dayungan mundur, dilakukan oleh seluruh peserta dengan menarik blade/bilah dayung yang berada di dalam air ke arah depan searah perahu. Posisi blade/bilah dayung saat menyentuh air adalah sejajar dengan permukaan air. Begitu pun saat keluar dari air, dayung diarahkan sejajar dengan permukaan; berputar hingga bilah dayung kembali menyentuh air. Gerakan ini dilakukan berulang-ulang sampai ada instruksi lanjutan.

3) Turn Left (Belok Kiri)
Instruksi untuk membelokkan perahu ke arah kiri. Gerakan ini dilakukan dengan dayungan maju oleh peserta yang duduk pada perahu bagian kanan, sementara peserta pada kiri perahu stop mendayung. Jika skipper merasa perlu untuk membelokkan perahu ke kiri dengan cepat, maka posisi peserta yang duduk pada bagian kiri melakukan dayungan mundur.

Untuk memperjelas instruksi, biasanya skipper akan mengatakan “kanan-maju” dan “kiri-mundur”! Artinya, peserta yang duduk pada bagian kanan melakukan dayungan maju, sementara peserta pada bagian kiri melakukan dayungan mundur.

4) Turn Right (Belok Kanan)
Instruksi yang diberikan untuk membelokkan perahu ke arah kanan; kebalikan dari instruksi turn left (belok kiri). Gerakan ini dilakukan dengan dayungan maju oleh peserta yang duduk pada perahu bagian kiri, sementara peserta pada bagian kanan stop mendayung.

Jika skipper merasa perlu membelokkan perahu ke kanan dengan cepat, posisi peserta yang duduk pada bagian kanan melakukan dayungan mundur. Untuk memperjelas instruksi, biasanya skipper akan mengatakan “kiri-maju” dan “kanan-mundur”! Artinya, peserta yang duduk pada bagian kiri melakukan dayungan maju, sementara peserta yang duduk pada bagian kanan melakukan dayungan mundur.

5) Stop (Berhenti)
Instruksi yang diberikan untuk menghentikan dayungan; semua dayung tidak berada dalam air, digenggam dengan posisi di atas pangkuan.

IV. SELF-RESCUE
Dalam kegiatan arung jeram, keselamatan setiap peserta adalah hal yang utama. Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kegiatan arung jeram ini. Namun peserta harus selalu menyadari, kegiatan arung jeram tidak akan pernah lepas dari segala resiko dan bahaya; baik oleh faktor manusia, peralatan, maupun faktor alam yang menyertainya.

Meski begitu, anda tidak perlu cemas, karena justru di sinilah letak salah satu kegembiraan yang akan anda rasakan saat bermain-main dengan air.

Self rescue atau tindakan penyelamatan diri saat melakukan kegiatan arung jeram ini perlu anda cermati betul. Walaupun anda dipandu skipper yang berpengalaman, ia tetap memiliki keterbatasan. Sehingga hal terbaik yang harus anda lakukan adalah melakukan tindakan penyelamatan diri sebelum datang tim rescue yang akan membantu anda.

Prinsip setiap tindakan penyelamatan dalam kegiatan arung jeram, adalah menyelamatkan diri sendiri sebelum melakukan tindakan penyelamatan terhadap orang lain. Si penyelamat harus benar-benar berada dalam kondisi yang aman dalam melakukan tindakan penyelamatan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari resiko lainnya dan kemungkinan bertambahnya korban.

Berikut dijelaskan hal apa saja yang harus anda lakukan dalam self rescue:
1. Swimmer
Swimmer adalah istilah yang digunakan oleh kalangan boater untuk menyebut orang yang terlempar keluar dari perahu saat berarung jeram. Jika anda belum pernah mengalaminya, percayalah suatu saat anda akan mengalaminya. Bagi anda yang baru kali pertama melakukan kegiatan arung jeram, tidak perlu khawatir.

Banyak peserta yang kali pertama mengikuti kegiatan arung jeram mengalami hal ini dan tidak terjadi apa-apa dengan mereka. Bahkan menjadi cerita menarik bagi rekan-rekannya dan menimbulkan kesan tersendiri bagi yang mengalami. Namun tak sedikit pula peserta yang tidak mengalaminya dalam setiap kegiatan yang diikuti.

Hal pertama yang harus anda lakukan jika mengalami swimmer: Jangan panik!

Mengapa jangan panik? Karena jika terjadi kepanikan, anda tidak akan tahu apa yang harus anda lakukan untuk tindakan self rescue. Setelah anda dapat mengatasi rasa panik, selanjutnya anda harus menyadari dan mengetahui situasi di sekeliling anda.

2. Teknik berenang di arus
a. Defensive swimming position
Defensive swimming position adalah berenang mengikui arus dalam posisi terlentang, kaki dalam keadaan rapat dan selalu berada di atas air untuk menghindari foot entrapment. Defensive swimming dilakukan pada arus deras dengan pandangan terarah ke hilir. Gunakan tangan sebagai pengatur keseimbangan atau untuk menuju pinggiran sungai dan menghindari berbagai rintangan lainnya.

Ingat ... walaupun tidak terjadi sesuatu selama anda melakukan defensive swimming dan anda mulai menikmatinya, anda tidak dalam posisi yang benar-benar aman. Berusahalah untuk menggapai tepian sungai dan segera keluar dari air. Jangan mencoba berdiri, meskipun pada daerah dangkal sekalipun, sebelum anda mencapai tepian sungai atau berada pada arus yang cukup tenang.

b. Aggressive swimming position
Aggressive swimming position adalah berenang dengan cara melawan arus. Dilakukan pada arus yang relatif tenang dengan posisi menghadap ke hulu. Tujuannya, untuk mendekati perahu penolong, menghindari strainer, sieves, undercut, dan untuk menyeberang ke sisi tepian sungai yang lain dengan cepat. Ingat, aggressive swimming ini hanya efektif dilakukan pada arus sungai yang relatif tenang. Jika anda lakukan ini pada arus deras, tenaga anda akan terbuang percuma; anda akan tetap terseret arus deras.

Berikut ini beberapa pertanyaan yang dapat membantu anda mendefinisikan situasi di sekeliling anda saat anda mengalami swimmer dan menentukan tindakan apa yang harus anda lakukan:

*Apakah di belakang anda terdapat perahu? (Baik perahu yang melemparkan anda ataupun perahu lain)

Jika ya, berusahalah mendekatinya dari arah samping pada arus yang relatif tenang dengan aggressive swimming position. Jangan lakukan ini dari arah depan karena anda dapat terseret perahu. Jika telah dekat, gapai dan peganglah boat line pada perahu. Tunggu sampai rekan anda menarik dan menaikkan anda ke atas perahu kembali dengan cara menarik bahu pelampung yang anda kenakan.
Jika tidak, lakukan aggressive swimming ataupun defensive swimming menuju tepian sungai.

*Apakah di dekat anda terdapat tim rescue yang akan melemparkan throw bag/rescue rope?

Jika ya, raih throw bag/rescue rope yang dilemparkan. Pegang erat pada bagian tali, jangan pada bagian kantong tali. Pegang dengan tetap melakukan teknik defensive swimming sambil tim rescue menarik anda ke tepian sungai.
Jika tidak, lakukan aggressive swimming ataupun defensive swimming menuju tepian sungai.

*Apakah di dekat anda terdapat rintangan atau obstacle (bebatuan, dahan/ranting, atau pohon tumbang)?

Jika ya
, hindari daerah tersebut baik dengan aggressive swimming ataupun defensive swimming.
Jika tidak, lakukan aggressive swimming ataupun defensive swimming menuju tepian sungai.

*Apakah di dekat anda terdapat undercut, strainer, dan sieves?

Jika ya
, hindari daerah tersebut secepat mungkin dengan aggressive swimming.
Jika tidak, lakukan aggressive swimming ataupun defensive swimming menuju tepian sungai.

*Apakah anda berada di bawah perahu terbalik?

Jika ya
, segeralah keluar dari bawah perahu dengan cara menyelam ke arah hulu atau ke samping. Jangan menyelam ke arah hilir karena anda akan tetap terperangkap di bawah perahu.
Jika tidak, lakukan aggressive swimming ataupun defensive swimming menuju tepian sungai.

*Apakah anda berada di dalam hole/hydraulic (arus berputar-putar)?

Jika ya
, lakukan aggressive swimming dengan mengikuti putaran arus ke arah luar yang menuju hilir. Atau dapat juga dilakukan dengan menyelam pada bagian tengah pusaran dengan posisi berdiri sampai kaki menyentuh dasar sungai; lalu tolakkan kaki anda sekuat mungkin ke arah hilir.
Jika tidak, lakukan aggressive swimming ataupun defensive swimming menuju tepian sungai.

V. KLASIFIKASI TINGKAT KESULITAN SUNGAI
Tak disangsikan lagi, arung jeram telah menjadi suatu kegiatan yang sangat populer dibandingkan dengan kegiatan kepetualangan lainnya. Arung jeram dapat dinikmati beramai-ramai tanpa memandang usia, status sosial, tingkat pendidikan, dan profesi seseorang.

Saat ini telah banyak sungai yang dapat diarungi serta dikelola secara profesional oleh beberapa operator arung jeram. Mereka menawarkan berbagai paket kegiatan dengan tingkatan umur dan kemampuan calon kunsumennya. Mulai dari sungai dengan tingkat kesulitan mudah, sampai sungai yang menjanjikan tantangan dan petualangan.

Berikut ini penjelasan tentang ragam tingkat kesulitan sungai:
Class I
Tingkat kesulitan sungai yang paling rendah, dengan arus yang bervariasi dari flat (datar) dan relatif tenang, sampai sedikit beriak pada beberapa tempat. Rintangan yang ada pun sangat sedikit dan dapat terlihat jelas. Resiko berenang di sungai ini sangat rendah dan self-rescue sangat mudah dilakukan.

Class II
Sungai dengan tingkat kesulitan rendah--menengah. Cocok untuk pemula: sungai yang lebar dan arus yang cukup deras, lintasan pengarungan jelas sehingga tidak memerlukan pengamatan terlebih dahulu.

Sesekali, manuver perahu perlu dilakukan; bebatuan dan jeram medium dapat dengan mudah dilewati oleh pengarung yang terlatih. Penumpang yang terlempar keluar perahu dan terhanyut jarang sekali mengalami cidera. Pertolongan bantuan masih belum perlu. Sungai dengan tingkat kesulitan ini sangat cocok untuk latihan dasar kegiatan arung jeram.

Class III
Sungai dengan tingkat kesulitan menengah; jeram mulai tidak beraturan dan cukup sulit, serta dapat menenggelamkan perahu. Manuver-manuver pada arus deras serta kontrol perahu pada lintasan sempit sering diperlukan. Jeram-jeram besar dan strainers mungkin ada, namun dapat dengan mudah dihindari. Pusaran arus yang kuat dan deras sering ditemukan, terutama pada sungai-sungai besar.

Cidera saat terlempar keluar perahu dan terhanyut masih sangat jarang; self-rescue biasanya masih mudah dilakukan namun pertolongan bantuan sudah mulai diperlukan untuk menghindari resiko yang mungkin terjadi. Sungai dengan tingkat kesulitan ini sangat cocok untuk kegiatan wisata keluarga atau sebagai rekreasi alternatif, karena dapat diikuti anak-anak mulai usia 9 tahun.

Class IV
Sungai dengan tingkat kesulitan menengah--tinggi. Sungai ini memiliki arus yang sangat deras namun masih dapat diprediksi dengan pengendalian perahu yang tepat. Teknik pengarungan sungai ini sangat tergantung karakter sungai itu sendiri. Pasalnya, sungai dengan tingkat kesulitan ini sangat beragam dan berbeda-beda walau memiliki tingkat kesulitan yang sama.

Jeram-jeram besar, hole, dan lintasan sempit yang tidak dapat dihindari memerlukan manuver yang cepat. Berhenti sejenak pada arus sedikit tenang mungkin diperlukan sebelum memulai maneuver; sekedar mengamati arus atau untuk istirahat. Karena pada jeram-jeram tertentu, bahaya selalu mengancam.

Resiko cidera bagi penumpang hanyut cukup besar dan kondisi air menyebabkan self-rescue sulit dilakukan sehingga perlu pertolongan bantuan. Pertolongan bantuan tersebut memerlukan latihan khusus agar teknik penyelamatan dapat dilakukan dengan benar. Sungai dengan tingkat kesulitan ini sangat menyenangkan dan menjanjikan tantangan lebih. Tentunya dengan dukungan peralatan memadai, pengetahuan cukup, dan pemandu terampil.

Class V
Sungai dengan tingkat kesulitan tinggi. Hanya cocok untuk pengarung jeram yang sudah menguasai teknik pengarungan dan memiliki pengalaman yang cukup pada sungai Sungai pada class ini memiliki jeram yang banyak dan panjang dengan berbagai rintangan yang dapat menyebabkan resiko tambahan bagi seorang pendayung.

Drops atau penurunan yang tiba-tiba, jeram-jeram sulit, hole, tebing terjal yang tak terhindari, sampai waterfall (air terjun) sering dijumpai pada sungai ini. Jeram yang dilewati seringkali beruntun pada jarak cukup panjang, sehingga membutuhkan ketahanan fisik yang tinggi.

Kalaupun ada pusaran air tenang (eddies), jumlahnya sangat sedikit sekali dan cukup sulit untuk diraih. Pada skala tertinggi, sungai dengan tingkat kesulitan ini memiliki kombinasi jeram yang sangat beragam, mulai dari curler, hair, hay stakes, headwall, strainer, under cut, wave train, sampai pin hole yang sangat berbahaya dan mematikan.

Terlempar keluar dari perahu pada sungai ini sangat berbahaya dan tindakan penyelamatan sering sulit dilakukan bahkan untuk seseorang yang mahir sekalipun. Peralatan yang tepat, pengalaman yang luas, dan latihan keterampilan dalam penyelamatan sangat penting.

Class VI
Sungai dengan tingkat kesulitan tertinggi. Pengarungan di sungai ini hampir tidak mungkin dilakukan karena jeram yang ada tidak dapat diprediksi dan sangat berbahaya. Konsekuensi suatu kesalahan dalam pengarungan di sungai ini sangat berat; tindakan penyelamatannya hampir tidak mungkin dilakukan.

Sungai dengan tingkat kesulitan ini hanya untuk tim khusus yang memiliki keahlian tinggi--bukan untuk diarungi perorangan--setelah seringkali mengarungi sungai tingkat kesulitan class V.

Ragam klasifikasi tingkat kesulitan sungai di atas merupakan tingkat kesulitan sungai yang ditetapkan secara internasional. Namun, klasifikasi ini masih sangat variatif dan dapat berubah-ubah walau masih pada sungai yang sama. Hal itu karena tingkat kesulitan ini sangat tergantung pada debit air dan kemiringan sungai. Sehingga pada waktu-waktu tertentu, sungai-sungai tersebut memiliki tingkat kesulitan yang mungkin bertambah atau mungkin berkurang.

Karena itu, oleh kalangan penggiat arung jeram, di belakang ”class sungai” sering ditambahkan tanda “+” (plus). Misalnya, sungai Citarik yang memiliki tingkat kesulitan III+. Artinya, pada jeram-jeram tertentu sungai citarik memiliki tingkat kesulitan yang setara dengan sungai Class IV.

Disampaikan pada materi ruang Arung Jeram
UKK Hijau Fakultas Psikologi UNDIP Semarang

bersama Catopala Adventure Team

13 Desember 2008

Jumat, 12 Oktober 2012

MATERI ROCK CLIMBING

A. Macam – Macam Batuan
Beberapa batuan yang sering dijumpai yang terutama lokasi dimana sering dijadikan ajang pemanjatan di Indonesia.
1. Batuan Beku- Andersit,berwarna hitam keabu-abuan massif dan kompak
- Lava Andersit,seperti andersit dan biasanya dijumpai lubang-lubang kecil bekas keluarnya gas dan dijumpai dengan kesan berlapis
- Breksi lava,menyerupai batu breksi pada umumnya
- Granit,berwarna terang dengan warna dasar putih


2. Batuan Sedimen
- Batu Gamping,berwarna putih kekuningan,kompak,banyak dijumpai retakan atau lubang,dan biasanya berlapis.
- Breksi Sedimen,seperti halnya breksi lava tapi batu ini biasanya berupa batu pasir.
3. Batu Metamorf
Hampir sama dengan batu gamping tapi disini sudah mengalami rekristalisasi dan warnanya sangat beragam.

B. Etika Panjat Tebing
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam etika panjat tebing adalah sebagai berikut :

- Menghormati adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat.
- Menjaga kelestarian alam.
- Merintis jalur baru.
- Memanjat jalur bernama.
- Pemberian nama jalur.
- Memberi keamanan bagi pemanjat lain

C. Macam – macam Pemanjatan

a. Artificial Climbing
Adalah olah raga yang dilakukan pada tebing-tebing dengan tingkat kesulitan yang tinggi dengan bermodalkan alat yang diselipkan pada celah-celah batu atau memanfaatkan pengaman alam (natural anchor).
Artificial climbing ini dimana alat benar-benar digunakan sebagai penambah ketinggian disampin sebagai pengaman pemanjatan.

b. Top Roof

c. Sport Climbing
Adalah pemanjatan dimana pengaman sudah terpasang tinggal kita memasang tali pengaman pada jalur yang sudah ada namanya.

d. Free Climbing
Pada prinsipnya hampir sama dengan pemanjatan artificial hanya dalam free climbing alat digunakan hanya sebagai pengaman saja sedangkan untuk menambah ketinggian menggunakan pegangan tangan dan friksi (gaya gesek) kaki sebagai pijakan.

Alat-alat yang diguanakan dalam pemanatan artificial

1. Tali carmentel
Biasanya yang digunakan adalah tali yang memiliki tingkat kelenturan atau biasa disebut dynamic rope. Secara umun tali di bagi menjadi dua macam yaitu :
a. Static
Mempunyai daya lentur 6% - 9%, digunakan untuk tali fixed rope yang digunakan untuk ascending atau descending. Standart yang digunakan adalah 10,5 mm.
b. Dynamic
Mempunyai daya lentur hingga 25%, digunakan sebagai tali utama yang menghubungkan pemanjat dengan pengaman pada titik tertinggi.

2. Harnest adalah alat pengikat di tubuh sebagai pengaman yg nantinya dihubungkan dengan tali.

3. Carabiner adalah cincin kait yg terbuat dari alumunium alloy sebagai pengait dan dikaitkan dg alat lainnya.
? carabiner srew gate
? carabiner non screw gate

4. Helmet adalah pelindung kepala yg melindungi kepala dari benturan dari benda-benda yang terjatuh dari atas.

5. Descender, peralatan yg digunakan untuk meniti tali ke atas dan peralatan tambahan, untuk meniti tali kebawah serta mengamankan leader disaat membuat jalur, biasanya yg sering digunakan adalah figure of eight dan auto stop.

6. Ascender, peralatan yg digunakan untuk meniti tali ke atas dan secara otomatis akan mengunci bila dibebani. Jenis yang digunakan biasanya jumar dan croll

7. Grigri, alat ini digunakan untuk membelay, alat ini mempunyai tingkat keamanan yg paling tinggi karena dapat membelay dengan sendirinya.

8. Sepatu Panjat, sbg pelindung kaki dan mempunyai daya friksi yg tinggi sehingga dpt melekat di tebing. Jenisnya sendiri yang sering digunakan adalah soft (lentur/fleksibel) dan hard (keras)

9. Calk bag, sebagai tempat MgCo3 (Magnesium Carbonat) yg berfungsi agar tangan tdk licin karena berkeringat sehingga akan membantu dalam pemanjatan.

10. Hammer, berfungsi untuk menanamkan pengaman dan melepaskan kembali, biasanya yg diapakai jenisnya ringan dan mempunyai kekuatan tinggi dan ujungnya berfungsi mengencangkan mur pada saat memasang hanger.

11. Webbing, peralatan panjat yg berbentuk pipih tidak terlalu kaku dan lentur.

12. Prusik, merupakan jenis tali carmentel yg berdiameter 5-6 mm, biasanya digunkan sbg pengganti sling runner dan juga dpt digunakan untuk meniti tali keatas dengan menggunakan simpul prusik.

13. Pulley, mirip katrol, kecil dan ringan tetapi memiliki kemampuan dalam beban yg berat.

14. Handdrill, merupakan media untuk mengebor tebing secara manual, yg berfungsi untuk menempatkan pengaman berupa bolt serta hanger.

Artificial ancor:
1. Paku Piton
Merupakan pengaman sisipan yg berguna sebagai pasak.
2. Stopper
Digunakan untuk celah vertical yg menyempit kebawah dengan prinsip kerja menjepit celah membentuk sudut atau menyempi

3. Sky Hook
Sebagai pengaman sementara dengan prinsip kerja menyisipkan ujung sky hook pada celah bebatuan dan harus terbebani, usahakan meminimalkan gerak.

4. Ramset dan Hanger
Satu set peralatan dalam artificial climbing yg berfungsi untuk menanamkan bolt dan kemudian digabungkan dengan hanger sehingga menjadi pengaman tetap.

5. Friend
Pengaman yg diselipkan pada celah batu dengan bermacam ukuran. Friend ada 2 macam :
- Regular Friend
Terbuat dari allumunium alloy dan mempunyai kelemahan yaitu berbentuk static/tidak mempunyai kelenturan. Alat ini bekerja dengan baik dicelah overhang.
- Fleksibel Friend
Bentuknya sama dengan regular friend hnya mempunyai kelebihan terbuat dari kawat baja yg menjadikan friend ini sangat fleksibel, dan dapat dipasang disemua celah dan segala posisi.

6. Hexa
Prinsip kerja sama dengan stopper hanya berbeda pada bentuk round (bulat) dan hexagonal (segi enam).

7. Chocker
Alat bantu yg berfungsi untuk melepaskan hexa atau stopper yg terkait di celah batu.

8. Etrier/tangga gantung &daisy chain
- Etrier : alat yg terbuat dari webbing yg menyerupai tangga untuk membantu menambah ketinggian.
- Daisy chain : terbuat dari webbing, berfungsi untuk menambah ketinggian serta menjaga apabila etrier jatuh.


D. SIMPUL

1. Simpul untuk penambat

• Overhand Knot
Untuk mengakhiri pembuatan simpul sebelumnya. Toleransi terhadap kekuatan tali akan berkurang sebesar 40%.

• Clove hitch knot
Untu mengikat tali pada penambat yg fungsinya sebagai pengaman utama (fixed rope) pada anchor natural dsb. Toleransi terhadap kekuatan tali akan berkurang sebesar 45%.

• Italian hitch knot
Untuk repeling juka tidak ada figure eight atau grigri. Toleransi terhadap kekuatan tali akan berkurang 45%.

• Butterfly knot
Untuk membuat ditengah atau diantara lintasan horizon. Bisa juga digunakan untuk menghindari tali yang sudah friksi. Toleransi terhadap kekuatan tali 50%.

• Figure of eight knot
Untuk pengaman utama dalam penambatan dan pengaman utama yang dihubungkan dengan tubuh atau harnest. Toleransi 55% - 59%.
• Eight on bight knot
Untuk pengaman utama dalam penambat pada dua anchor. Toleransi 68%.
• Bowline knot
Untuk pengaman utama dalam penambatan atau pengaman utama yang dihubungkan dengan penambat atau harnest. Toleransi 52%.
• Simpul two in one
Simpul ini biasanya digunakan sebagai penambat pada anchor natural saat cleaning, yaitu ketika pemanjat selesai dan turun dari tebing tanpa meninggalkan alat.

• Fisherman Knot
Untuk menyambung 2 tali yang sama besarnya dan bersifat licin. Toleransi 41% – 50%

Jumat, 07 Oktober 2011

Cara membuat Bivak di Padang Belantara


Rumah Sementara di Padang Belantara




Bivak tempat berteduh dan bermalam di belantara. Sepintas lalu memang terkesan seadanya. Membuat tempat perlindungan jadi penting ketika terjadi hal-hal darurat. Padahal, bivak tak hanya dibuat ketika darurat saja, tetapi juga dipakai pada saat membuat camp sementara. Faktor kenyamanan juga turut berbicara di sini. Pastinya, membuat bivak tidak ada bedanya dengan kita membuat rumah dalam kehidupan sehari-hari. Dan jangan lupa, sering-sering berguru pada masyarakat lokal dan suku-suku di pedalaman.
Ada beberapa syarat yang harus diperhatikan ketika kita memutuskan untuk membuat bivak, yaitu jangan sekali-kali membuat bivak pada daerah yang berpotensi banjir pada waktu hujan. Di atas bivak hendaknya tak ada pohon atau cabang yang mati atau busuk. Ini bisa berbahaya kalau runtuh. Juga jangan di bawah pohon kelapa karena jatuhnya kelapa bisa saja terjadi tiba-tiba.
Di daerah tempat kita akan mendirikan bivak hendaknya bukan merupakan sarang nyamuk atau serangga lainnya. Kita juga perlu perhatikan bahan pembuat bivak. Usahakan bivak terbuat dari bahan yang kuat dan pembuatannya baik, sebab semuanya akan menentukan kenyamanan. Menurut N.S. Adiyuwono, seorang penggiat alam terbuka, bahan dasar untuk membuat bivak bisa bermacam-macam. Ada yang dibuat dari ponco (jas hujan plastik), lembaran kain plastik atau memanfaatkan bahan-bahan alami, seperti daun-daunan, ijuk, rumbia, daun palem, dan lainnya. Tapi yang paling penting, kesemua bahan dasar tadi sanggup bertahan ketika menghadapi serangan angin, hujan atau panas.
Selain bahan yang bermacam-macam, bentuk bivak pun amat beragam. Semuanya disesuaikan dengan kebutuhan. Tak harus berbentuk kerucut atau kubus, modelnya bisa apa saja. Ini amat bergantung pada kreativitas kita sendiri. Membuat bivak merupakan seni tersendiri karena kreasi dan seni seseorang bisa dicurahkan pada hasilnya.
Sebagai contoh, o ne man bivak. Pembuatannya dengan menancapkan kayu cagak sebagai tiang pokok yang tingginya sekitar 1,5 meter. Letakkan di atasnya sebatang kayu yang panjangnya kira-kira dua meter. Ujungnya diikat kuat yang biasanya memakai patok. Lalu sandarkan potongan kayu yang lebih kecil di atasnya, yang berfungsi untuk menahan dedaunan yang akan jadi atap ”rumah” kita.
Bentuk lain dari alam yang bisa dimanfaatkan sebagai bivak yaitu gua, lekukan tebing atau batu yang cukup dalam, lubang-lubang dalam tanah dan sebagainya. Apabila memilih gua, Adiyuwono mewanti-wanti agar kita bisa memastikan tempat ini bukan persembunyian satwa. Gua yang akan ditinggali juga tak boleh mengandung racun. Cara klasik untuk mengetahui ada tidaknya racun adalah dengan memakai obor. Kalau obor tetap menyala dalam gua tadi artinya tak ada racun atau gas berbahaya di sekitarnya.
Kita juga bisa memanfaatkan tanah berlubang atau tanah yang rendah sebagai tempat berlindung. Tanah yang berlubang ini biasanya bekas lubang perlindungan untuk pertahanan, bekas penggalian tanah liat dan lainnya. Pastikan tempat-tempat tersebut tidak langsung menghadap arah angin. Kalau terpaksa menghadap angin bertiup kita bisa membuat dinding pembatas dari bahan-bahan alami. Selain menahan angin, dinding ini bertugas untuk menahan angin untuk tidak meniup api unggun yang dibuat di muka pintu masuk. (SH/bayu dwi mardana)

Materi NAVIGASI DARAT



I. PENDAHULUAN
Sebagai orang yang mengaku dekat dengan alam, pengetahuan peta dan kompas serta cara penggunaannya adalah mutlak harus dimiliki. Perjalanan ke tempat-tempat yang jauh dan tidak dikenal akan lebih dipermudah dengan memanfatkan keterampilan yang menggunakan peta dan kompas. Pengetahuan navigasi darat ini juga berguna bila suatu saat tenaga kita dibutuhkan untuk usaha-usaha pencarian dan penyelamatan korban kecelakaan ataupun tersesat di gunung dan hutan, serta bencana alam. Dalam hal ini, banyak bidang-bidang tertentu yang memerlukn pengetahuan navigasi.

II. NAVIGASI DARAT
Navigasi darat adalah penentuan posisi dan arah perjalanan baik di medan sebenarnya ataupun di peta. Istilah navigasi pada umumnya digunakan untuk keperluan pelayaran dan penerbangan. Penambahan kata darat pada navigasi lebih ditekankan pada penggunaan di daratan antara lain meliputi gunung, sungai, lembah, rawa dan sebagainya.
Kunci untuk memahami navigasi adalah:
1.      Mampu merekam dan membaca gambaran permukaan pisik bumi.
2.      Mampu menggunakan peralatan pedoman arah.
Untuk memahami kedua hal tersebut navigasi darat dibantu dengan peralatan peta dan kompas. Keduanya digunakan bersamaan dan mempunyai fungsi yang saling menunjang. Navigasi darat tidak usah dihapalkan akan tetapi lebih banyak dilatihkan untuk dipraktekkan.

III. PETA
Secara umum peta adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) dari sebagian atau seluruh permukaan bumi yang dilihat tegak lurus dari atas, dan diperkecil atau diperbesar dengan perbandingan tertentu.
 Peta tofografi pada umumnya disertakan pula, yang akan membantu untuk mengetahui secara detail daerah-daerah permukaan bumi yang terpetakan tersebut.
Keterangan-keterangan tersebut antara lain :
a.        Judul peta
     Judul peta mewakili seluruh daerah yang terpetakan atau menyatakan lokasi yang ditunjukan oleh peta yang bersangkutan. Umumnya dituliskan nama daerah yang paling menonjol. Lokasi yang berbeda akan mempunyai judul yang berbeda. Judul peta ada pada bagian tengah atas peta.
b.       Keterangan pembuatan peta
     Yaitu informasi dari pembuatan peta tersebut, seperti tahun pembuatan, nama instansi yang membuat, sistem proyeksi yang digunakan, untuk keperluan apa peta tersebut dibuat, dan sebagainya. Contoh : peta yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi, Dinas Tofografi Belanda, US Army Map Service, Bakosurtanal, dan sebagainya.
c.        Nomor peta
                 Yaitu menjelaskan nomor registrasi peta. Dicantumkan di sisi kanan atas dengan dua cara penulisan, yang mana angka latin untuk menyatakan nomor kolom dan angka romawi untuk menyatakan nomor baris. Ex; 48/XL1-D


d.       Lembar derajat
                 Yaitu penjelasan nomor-nomor peta lain yang tergambar di sekitar peta yang digunakan untuk memudahkan kita jika ingin mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai suatu daerah dengan menggabung-gabungkan bagian-bagian lain peta tersebut. Dalam lembar derajat juga tercantum nomor-nomor peta yang ada disekeliling peta tersebut. Lembar derajat berada di sisi kiri bawah.
e.        Koordinat peta
                 Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada peta,  atau kedudukan titik pada suatu bidang atau terhadap dua garis bilangan sistem koordinat pada peta. Sistem koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem garis sumbu yaitu garis-garis yang saling berpotongan tegak lurus. Sistem koordinat yang resmi dipakai ada dua macam yaitu :
1. Koordinat geografis (geografical coordinate)
  Sumbu yang digunakan  adalah garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang tegak lurus terhadap garis khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam derajat, menit dan detik.
        2. Koordinat Grid (grid coordinate atau UTM)
Dalam koordinat grid, kedudukan suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak terhadap suatu titik acuan. Untuk wilayah Indonesia, titik acuan wilayah nol ini ada disebelah barat Jakarta (600 LU, 980 BT). Garis vertikal diberi nomor urut dari barat ketimur. Sistem koodinat mengenal penomoran dengan 4 angka atau 6 angka. Untuk daerah yang luas dipakai penomoran 4 angka, sedangkan untuk daerah yang lebih sempit menggunakan penomoran 6 angka.
f.        Garis Kontur
Kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik berketinggian sama dari muka laut, berbelok-belok mengikuti ketinggian yang sama dan tertutup. Garis kontur dimaksudkan untuk :
1.  Untuk mengetahui tinggi letak suatu tempat dari permukaan laut.
2. Untuk mengetahui bentuk dilapangan yang sebenarnya. Oleh karena itu garis kontur ini dinamakan juga garis sama tinggi.
Sifat-sifat garis kontur serta pemakaiannya lebih lanjut akan diuraikan kemudian.
g.       Skala Peta
Skala peta adalah perbandingan antara jarak pada peta dengan jarak horizontal sebenarnya dilapangan.

Skala peta :     Jarak di peta
                    Jarak dilapangan
Sifat skala :
1.      Makin kecil angka di belakang tanda bagi (:), makin besar skala itu.
2.      Makin besar angka di belakang tanda bagi (:), makin kecil skala itu.
Cara menyatakan skala :
1.       Dengan perkataan : Satu senti meter berbanding setengah kilometer.
2.       Dengan pecahan : 1 : 50.000 atau 1/50.000, berarti satu senti meter pada peta sama dengan 50.000 cm (500 m 0,5 km) pada jarak sesungguhnya.
3.       Dengan skala garis atau gambar :   
Berarti tiap bagian sepanjang blok garis pada peta tersebut mewakili jarak 1 km jarak horizontal di medan sebenarnya atau jarak sesungguhnya.


h.       Legenda Peta
Yaitu informasi tambahan untuk mempermudah  interpretasi peta baik dari unsur-unsur yang dibuat manusia maupun alam. Hanya berlaku pada legenda peta, informasi-informasi tambahan tersebut tidak disajikan sesuai dengan skala peta. Pada umumnya legenda peta disajikan dalam bentuk gambar beserta keterangan tertulis, termasuk perbedaan warna-warna (untuk peta berwarna). Legenda peta biasanya disertakan pada bagian bawah peta. Bagian legenda ini memuat simbol-simbol yang dipakai peta. Yang penting diketahui adalah : titik triangulasi, jalan setapak, jalan raya, sungai, Desa, dan pemukiman, dan sebagainya.
i.         Tahun Peta
Peta topografi juga memuat keterangan tentang tahun pembuatan peta tersebut. Semakin baru tahun pembuatannya, maka data yang disajikan semakin akuarat.
j.         Arah Peta
Yang perlu diperhatikan adalah arah utara peta. Cara yang paling mudah ialah dengan memperhatikan arah huruf-huruf tulisan tegak yang ada di peta. Pada bagian bawah biasanyajuga penunjuk arah Utara peta, Utara sebenarnya, dan Utara magnetik.
Utara sebenarnya adalah arah yang menunjukkan Kutub Utara bumi. Utara magnetik adalah arah utara yang menunjukkan Kutub Utara magnetik bumi. Kutub Utara magnetik bumi letaknya tidak bertepatan dengan Kutub Utara bumi, kira-kira berada di sebelah Utara Kanada, di Jazirah Boothia, karena pengaruh rotasi bumi letak kutub utara magnetik bumi bergeser dari tahun ketahun.
Utara magnetik ini adalah arah utara yang ditunjukkan oleh jarum magnetik kompas. Untuk keperluan praktis, utara peta, utara sebenarnya dan utara magnetik dapat dianggap sama. Untuk kepeluan-keperluan yang lebih menuntut ketelitian perlu mempertimbangkan adanya ikhtilap peta, ikhtilap magnetik, ikhtilap peta magnetik dan variasi magnetik.
1.         Ikhtilap peta, adalah beda sudut antara utara sebenrnya dengan utara tetap. Beda sudut ini terjadi karena kerataan jarak pararel garis bujur peta bumi menjadi garis koordinat vertikal pada peta.
2.       Ikhtilap magnetik, adalah beda sudut antara utara sebenarnya dengan utara magnetik.
3.       Ikhtilap petamagnetik, adalah beda sudut antara utara peta dengan utara magnetik bumi.
4.       Variasi magnetik bumi, adalah perubahan atau pergeseran letak kutub magnetik bumi pertahun.






IV. MEMBACA PETA
1.      sifat-sifat garis kontur
a.        Garis kontur dengan ketinggian yang lebih rendah mengelilingi garis kontur yang lebih tinggi, kecuali bila disebut secara khusus untuk hal-hal tertentu seperti kawah.
b.       Garis kontur tidak akan pernah berpotongan
c.        Beda ketinggian antara dua garis kontur adalah tetap, walaupun kerapatan dua garis kontur tersebut berubah-ubah.
d.       Daerah datar mpunyai kontur yang jarang-jarang, sedangkan daerah terjal atau curam mempunyai garis kontur yang rapat.
e.        Garis kontur tidak akan pernah bercabang.
f.        Punggung gunung atau bukit terlihat di peta sebagai rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf “U” yang ujung melengkungnya menjauhi  puncak.
g.       Lembah terlihat di peta sebagai rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf “V” yang ujungnya tajam dan menjorok ke arah puncak.
h.       Garis kontur berbentuk kurva tertutup.
i.         Garis ketinggian pembantu, menyatakan ketinggian antara (tengah-tengah) antara dua garis yang berurutan.

2.        Ketinggian Tempat
Untuk menentukan suatu ketinggian pada peta, yaitu dengan cara melihat interval kontur pada peta dan lalu hitung ketinggian tempat yang ingin diketahui. Memang ada perkiraan umum yaitu : interval kontur = 1/200 skala peta. Tetapi perkiraan ini biasanya tidak selalu benar. Beberapa peta topografi keluaran Direktorat Geologi Bandung aslinya berskala 1 : 50.000 (interval kontur 25 m), tetapi kemudian diperbesar menjadi berskala 25.000 dengan kontur interval yang tetap 25 m. Dalam misi SAR gunung hutan misalnya, sering kali suatu diperbesar dengan cara di fotocopy untuk ini interval kontur peta tersebut haruslah tetap dituliskan.
Sering peta yang dikeluarkan oleh Bakorsutanal (1 : 50.000) membuat garis kontur tebal untuk setiap kelipatan 250 m (kontur tebal untuk ketinggian 750, 1000, 1250 m dan seterusnya) atau setiap selang sepuluh kontur.
Peta yang dikeluarkan oleh AMS (Army Map Service) yang berskala 1 : 50.000, membuat garis kontur tebal untuk setiap kelipatan 100 m. Misalnya : 100,200,300 m dan seterusnya.
Peta yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Bandung tidak seragam ketentuan garis konturnya. Dari informasi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada ketentuan khusus dan seragam untuk menentukan garis kontur tebal.
Bila ketinggian garis kontur tidak dicantumkan, maka untuk mengetahui ketinggian suatu tempat haruslah dihitung dengan cara sebagai berikut :
a. Cari dus titik yang berdekatan yang harga ketinggiannya diketahui (tercantum).
b. Hitung selisih ketinggian antara kedua titik tersebut hitung berapa kontur yang terdapat diantara keduanya (jangan menghitung garis kontur yang sama harganya bila kedua titik terpisah oleh lembah).
c. Dengan mengetahui selisih ketinggian  dua titik tersebut dan mengetahui juga jumlah kontur yang terdapat, dapat dihitung berapa interval konturnya (harus merupakan bilangan bulat).
d. Lihat kontur terdekat dengan salah satu titik ketinggian. Bila kontur terdekat itu berada diatas titikmaka harga kontur itu lebih besar dari titik ketinggian itu. Bila kontur berada dibawah maka harganya lebih kecil. Hitung harga kontur terdekat itu yang harus merupakan kelipatan dari harga interval kontur yang telah diketahui dari point (c).
Lakukanlah perhitungan diatas sampai merasa yakin harga yang didapat untuk setiap kontur benar, cantumkan harga beberapa kontur pada peta anda (kontur 1000, 1.250, 1,500 dan seterusnya) agar mudah mengingatnya.
3.          Titik Triangulasi
Selain dari garis-garis kontur, kita juga dapat mengetahui tingginya suatu tempat dengan pertolongan titik ketinggian. Titik ketinggian ini biasanya disebut juga titik triangulasi. Titik triangulasi adalah suatu titik atau benda yang merupakan pilar atau tonggak yang menyatakan tinggi mutlak suatu tempat dari permukaan laut. Titik triangulasi digunakan oleh jawatan-jawatan atau topografi untuk  menentukan suatu ketinggian tempat dalam pengukuran ilmu pasti pada waktu pembuatan peta. Macam titik triangulasi :
a.  Primer          : P. 14
                           3120     
b.  Sekunder     : S. 75
                           1750
 c.  Tertier         : T. 16
                            975
 d. Quartier      : Q. 20
                             350
 e.  Antara        : TP. 23
                             670
Dibilang diatas tanda strip menyatakan nomor registrasi dari kadaster, dan bilangan di bawah strip adalah tinggi mutlak dari permukaan laut.

4.    Mengenal Tanda Medan
Disamping tanda pengenal yang terdapat di legenda peta topografi, kita bisa menggunakan bentuk-bentuk atau bentang alam yang menyolok di lapangan, dan mudah dikenali di peta, yang akan kita sebut dengan: “tanda medan”. Beberapa tanda medan yang dapat kita “baca” dari peta sebelum anda berangkat ke lokasi, tetapi kemudian harus anda cari di lokasi.
Beberapa tanda medan yang dapat diperhatikan:
1.      Puncak gunung atau bukit, punggung gunung, lembah antara dua puncak,  dan bentuk-bentuk tonjolan lain yang menyolok.
2.      Lembah yang curam, sungai, pertemuan anak sungai, kelokan sungai, tebing-tebing sungai.
3.      Belokan-belokan jalan, jembatan (perpotongan antara sungai dengan jalan), ujung desa, persimpanga-persimpangan jalan.
4.      Bila berada di pantai, muara sungai dapat menjadi tanda medan yang sangat jelas, begitu juga tanjung yang menjorok ke laut, teluk-teluk yang menyolok, pulau-pulau kecil, delta, dsb.
5.      Pada daerah dataran atau rawa-rawa biasanya sukar menentukan tonjolan permukaan bumi atau bukit-bukit yang dapat dimanfaatkan sebagai tanda medan. Pergunakanlah belokan-belokan sungai, muara-muara sungai kecil.
6.      Dalam penyusuran di sungai, kelokan tajam, cabang sungai, tebing-tebing. delta. dsb, dapat dijadikan sebagai tanda.
Pengertian tanda medan ini mutlak perlu dikuasai, sebab akan berguna sekali, dan akan digunakan pada uraian selanjutnya mengenai penggunaan “teknik peta dan kompas”.

V.  CARA MEMPEROLEH PETA TOPOGRAFI
Sampai saat ini ada dua instansi yang dapat mengeluarkan peta topografi untuk masyarakat umum, yaitu:
1. Directorat Geologi, Jl. Diponogoro No. 57 Bandung.
     Seri peta yang dikeluarkan:
1.1     Peta buatan Dinas Topografi Belanda, hasil pemetaan sekitar tahun 1920-an
1.2     Peta Topografi buatan US Army Map Service, hasil pemetaan tahun 1960-an
2. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal) di Cibinong, Jawa Barat. Bakosurtanal menerbitkan peta Topografi seri tersendiri yang dibuat tahun 1970-an dan merupakan berwarna.

VI.  KOMPAS
Kompas adalah perangkat navigasi disamping peta yang berfungsi sebagai petunjuk arah kutub-kutub magnetik bumi. Penggunaan kompas pada bidang mendatar, selalu menunjukkan arah utara-selatan. Tetapi perlu diingat bahwa arah yang ditunjukkan oleh jarum kompas tersebut adalah arah utara magnetik bumi. Sedangkan arah utara bumi berbeda dengan arah utara magnetik bumi. Jadi arah yang ditunjukkan oleh kompas bukanlah arah utara bumi yang sebenarnya, juga arah utara kompas tidak sama dengan arah utara peta. Tetapi untuk sementara kita anggap utara kompas sama dengan utara peta.

1. Bagian-bagian Kompas
     Pada umumnya  secara fisik kompas terdiri dari tiga bagian yaitu:
1.      Jarum magnetik, selalu menunjukkkna arah utara-selatan pada posisi bagaimanapun, dengan syarat kompas tidak dipengaruhi oleh medan magnet lainnya, benda-benda besi lainnya, dipergunakan dalam posisi mendatar atau horizontal dan jarum magnetik tidak terhambat perputarannya.
2.      Skala penunjuk atau skala lingkaran mendatar, berfungsi menunjukknanya pembagian derajat sistem mata angin.
3.   Badan kompas atau bagian penyangga, yaitu tempat komponen-komponen lainnya dari kompas berada.
Secara sederhana bagian-bagian kompas seperti terdapat digambar sebelah ini. Sedangkan dalam kenyataannya dapat berkembang bentuknya sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya.

2.     Jenis-jenis Kompas
Banyak macam kompas yang dapat dipakai dalam suatu perjalanan. Tetapi pada umumnya dipakai dua jenis kompas yaitu kompas bidik (misalnya kompas prisma) dan kompas orientering (misalnya kompas silva). Kompas bidik mudah untuk membidik, tetapi dalam membaca di peta perlu dilengkapi dengan busur derajat dang penggaris (segitiga). Kompas silva kurang akurat jika dipakai untuk membidik, tetapi banyak membantu dalam pembacaan dan perhitungan di peta. Kompas yang baik biasanya mempunyai kriteria, diantaranya sebagai berikut: skala ketelitian derajat yang akurat, jarum penunjuk arah yang stabil (biasanya pada bagian badan kompas terdapat cairan yang agak menahan pergerakan jarum kompas sehingga penunjukkan arah lebih cepat dan tepat). Pada ujung jarum biasanya dilapisi fosfor agar dapat terlihat dalam keadaan gelap
3.   Menggunakan Kompas
Pengertian dasar tentang kompas sebagai alat merupakan langkah pertama. Secara prinsip tidak ada perbedaan pada setiap tipe kompas, kendati demikian masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri yang mesti dipelajari terlebih dahulu. Bagaimanapun delapan titik arah mata angin utama dalam kompas yang merupakan pokok penting untuk diketahui lebih dahulu.
Delapan arah mata angin tersebut ialah: Utara, Timur, Selatan, Barat, Timur Laut, Tenggara, Barat Daya, Barat Laut. Di samping itu pula masih terdapat beberapa arah mata angin lainnya yang derajatnya lebih kecil dan berada di sela-sela arah mata angin yang utama. Agar lebih jelasnya, dapat diperhatikan gambar arah mata angin di samping ini. Kompas dipakai dengan posisi horizontal sesuai dengan arah garis medan magnetik bumi. Dalam memakai kompas terlebih dahulu jauhkan benda-benda yang terbuat dari logam yang sekiranya dapat mengganggu jarum kompas. Jika kita melakukan perjalanan menurut arah kompas (menggunakan kompas prisma atau lensa) disiang hari, maka tindakan yang akan kita lakukan secara berturut-turut:
1.      Buka kompas dan dirikan tutup kompas tegak lurus.
2.      Angkat tutup prisma atau lensa ke atas lensa kompas.
3.      Masukan ruas pertama ibu jari tangan kanan atau kiri ke dalam cincin ibu jari dan letakkan jari telunjuk menekan badan kompas atau memegangi badan kompas.
4.      Bawa prisma atau lensa itu kemuka mata dan lihatlah ke dalam celah bidik.
5.      Putar badan atau bidik sampai mendapat arah yang ditentukan.
6.      Arah bidik dinyatakan oleh angka-angka yang ditunjukkan oleh garis-garis prisma atau lensa dan garis rambut.
7.      Sambil melihat melalui garis carilah suatu titik dan tanda-tanda di medan yang searah
8.      Pergilah ke titik yang dipilih, bila telah sampai dititik tanda yang pertama, carilah titik tanda kedua pada arah selanjutnya.
9.      Setelah sampai pada tiap-tiap titik tanda, adakan pemeriksaan pada titik-titik tanda yang telah dilalui, supaya jangan tersesat, dengan mengukur back azimuthnya. (sudut kompas semula + atau – 180 derajat) dengan kata lain back azimuth (BA) = sudut kompas ±180 derajat.
Beberapa hal yang benar-benar harus diperhatikan dalam menggunakan kompas sebagi berikut:
1.      Hilangkan gangguan yang mempengaruhi kerja kompas, terutama yang terbuat dari logam.
2.      Mengatur kedudukan kompas agar benar-benar berada dalam posisi datar.
3.      Memproyeksikan tempat kedudukan kompas pada titik awal pemberangkatan.
4.      Membidik titik sasaran, yaitu dengan membuat celah pembidik, garis rambut dan obyek garis lintasan berada pada suatu garis lurus.
5.      Membaca skala mendatar sudut kompas, yaitu besarnya penyimpangan sudut antar kutub utara mangnet bumi dengan garis lintasan.
4.      Sudut Kompas
Sudut kompas istilah umumnya adalah azimuth, dihitung searah dengan putaran jarum jam. Beda sudut peta karena acuan sudut kompas tidak dari utara peta tetapi dari utara magnetis yang ditunjukkan oleh jarum kompas. Besarnya sudut kompas ialah besar derajat yang diperoleh dari utara magnetik dengan garis lintasan.
5.          Tehnik Peta Kompas
Tehnik peta kompas adalah upaya penggunaan gabungan dari peta dan kompas untuk membantu kita dalam mempersiapkan alur perjalanan, mengetahui posisi kita atau sebuah titik atau lokasi tetentu, untuk mengetahui apa saja yang ada dijalur yang akan kita lewati dan masih banyak lagi aplikasi dan manfaat penggunaan dari penggabungan peta dan kompas.
1.        Orientasi Peta atau Orientasi Medan
Orientasi peta atau orientasi medan adalah menyamakan kedudukkan peta dengan medan sebenarnya, atau secara praktis adalah menyamakan arah utara peta dengan arah utara sebenarnya. Untuk keperluan ini, kita perlu mengenal tanda-tanda medan yang ada di lokasi. Misalnya saja dengan memastikan nama gunung, bukit, sungai ataupun tanda-tanda alam lainnya yang terdapat pada peta. Atau dengan cara mengamati bentang alam yang terlihat dan mencocokannya dengan gambar kontur yang ada dalam peta. Untuk keperluan praktis, utara kompas (utara magnetik) dapat dianggap satu titik dengan utara sebenarnya, tanpa memperhitungkan adanya deklinasi.

Secara terinci, langkah-langkah untuk melakukan orientasi peta atau orientasi medan adalah sebagai berikut :
1.      Carilah tempat terbuka agar dapat melihat tanda-tanda medan yang mencolok.
2.      Letakkan peta pada bidang yang datar.
3.      Samakan arah utara peta dengan arah utara kompas,  dengan jalan menggeser-geser petanya sehingga tepat dengan dengan arah utara kompas, sesuaikan dengan bentang alam yang ada di hadapannya.
4.      Cari tanda-tanda alam yang paling menonjol di sekeliling dan temukan atau cocokkan tanda-tanda tersebut dengan tanda-tanda yang ada dalam peta. Lakukan juga untuk tanda-tanda medan lainnya.
5.      Ingat tanda-tanda medan itu, bentuknya dan tempatnya di medan sebenarnya maupun di peta. Ingat hal-hal yang khas dari setiap tanda-tanda medan.
2.        Azimuth dan Back Azimuth
Azimuth adalah sudut antara satu titik dengan arah utara dari seorang pengamat. Azimuth disebut juga sudut kompas. Bila kita berjalan dari satu titik ke titik lain dengan sudut kompas tetap (potong kompas), maka harus diusahakan agar lintasan perjalanan berupa satu garis lurus. Untuk itu digunakan tehnik Back Azimuth.
Prinsip Back Azimuth adalah : membuat lintasan berada pada satu garis lurus dengan cara membidikan kompas ke muka dan ke belakang jarak tertentu.
Dalam perjalanan agar kita tidak tersesat atau menyimpang, patuhilah arah yang ditunjukan oleh sudut kompas sesuai dengan arah yang akan dituju. Garis yang membentuk sudut kompas tersebut adalah arah lintasan yang menghubungkan titik awal perjalanan dengan titik akhir perjalanan. Banyak kasus yang menyebabkan kita tersesat adalah kehilangan pedoman pada titik awal perjalanan. Ini dapat terjadi apabila kita melakukan perjalanan yang sulit :
1.      Sulit untuk menemukan tanda-tanda alam yang jelas sebagai titik awal, misalnya pada daerah rawa-rawa.
2.      Sulit untuk melakukan arah lintasan yang lurus, misalnya penjelajahan lada hutan yang lebat.
3.      Sulit untuk melakukan orientasi atau pengenal lapangan misal pada malam hari.
Untuk melakukan hal tersebut dapat digunakan Back Azimuth. Jadi Back azimuth : pembidikan balik dari Azimuth atau sudut kompas berpatokan pada titik sasaran agar kita dapat mengoreksi arah lintasan.
Langkah-langkah Back Azimuth :
1.      Titik awal dan titik akhir perjalanan di plotkan pada peta, kemudian tariklah garis lurus dan hitung sudut kompas yang menjadi arah perjalanan. Hitung juga sudut dari titik akhir ke titik awal, kebalikan arah perjalanan. Sudut kebalikan arah perjalanan ini adalah sudut Back Azimuth.
2.      Perhatikan suatu objek yang menyolok (misalnya pohon besar, pohon tumbang, longsoran tebing, susunan pohon yang khas, ujung kampung dan sebagainya) pada titik awal perjalanan.
3.      Bidikan kompas sesuai dengan arah perjalanan kita ( sudut kompas), dan tandai dengan salah satu objek yang berada dijalur lintasan yang akan dilalui pada arah itu.
4.      Setelah anda sampai pada objek itu, bidiklah kompas kebelakang (Back Azimuth) untuk memeriksa kembali apakah anda berada pada lintasan yang tepat. Bergeserlah ke kiri atau ke kanan untuk mendapatkan Back Azimuth yang benar.
5.      Sering kali tidak ada objek yang dapat dijadikan sasaran. Dalam hal ini pakailah teman kita sebagai titik objek sementara dan dilakukan secara beranting. Lebih baik perjalanan lambat asal tidak tersesat.
Keterangan :
SK – AB : Sudut kompas perjalanan dari A ke B, SK – BC : Sudut kompas dari C ke B (Back Azimuth dari C ke B), SK – BA : Sudut kompas dari B ke A (Back Azimuth dari B ke A)
        Cara mencari sudut balik kompas atau sudut Back Azimuth:
1.          Bila sudut kompas sasaran kurang dari 1800, maka Back Azimuthnya adalah : sudut kompas ditambah dengan 1800. Contoh : Sudut kompas 450. Maka Back Azimuthnya adalah: 450+1800=2250.
2.        Bila sudut kompas sasaran lebih dari 1800, maka Back Azimuthnya adalah : sudut kompas dikurangi dengan 1800. Contoh : Sudut kompas sasaran lebih dari 2200. Maka Back Azimuthnya : 2200–1800=400.
Rumus mencari sudut Back Azimuth:
Jika X0 < 1800 = X0 + 1800
Jika X0 > 1800 = X0 - 1800          



3.    Resection atau ikatan kebelakang
Prinsip resection adalah menentukan posisi kita di peta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang diketahui. Tehnik resection membutuhkan alam yang terbuka untuk dapat membidik tanda medan. Tidak selalu seluruh tanda medan harus dibidik. Jika kita sedang berada di tepi sungai, jalur sepanjang jalan atau sepanjang suatu punggungan maka hanya perlu satu tanda medan lainnya yang dibidik. Hal lainnya yang dapat membantu adalah penggunaan Altimeter (pengukur ketinggian suatu tempat) namun akan dijelaskan dalam bagian tersendiri.
Langkah-langkah resection :
1.      Lakukanlah orientasi peta atau orientasi medan.
2.       Cari tanda medan yang mudah dikenali di lapangan dan di peta, sedikitnya dua buah. Tanda medan yang mudah dikenali : jalan, sungai, tebing atau patahan, puncak gunung, dan lain-lain.
3.       Tandai kedudukkan dua titik atau lebih yang sudah kita kenal berdasarkan keadaan medan atau peta.
4.       Bidiklah tanda-tanda medan tersebut dari posisi kita dan catatlah sudut kompasnya.
5.       Pindahkan sudut bidikan yang didapat ke peta, berilah titik pada tempat sudut hasil bidikan tersebut di atas peta.
6.       Tariklah garis lurus antara titik hasil bidikan kompas di peta dengan titik yang kita bidik di peta.
7.       Buatlah dua buah garis lurus atau lebih hasil bidikan dari kompas dari dua titik atau lebih yang diusahakan saling berpotongan.
8.       Perpotongan garis tersebut adalah posisi kita di peta.


Penjelasan gambar resection di atas :
Kita sedang mencari posisi kita di peta. Kita membidik puncak Gunung Arjuna dan puncak Gunung Sindoro sebagai dua buah titik di medan yang telah kita ketahui. Hasil pembidikan kita diperoleh :
1.        Untuk Gunung Arjuna diperoleh sudut 3150 DU ( dari utara) dan ditandai dengan titik A.
2.        Untuk Gunung Sindoro diperoleh sudut 350 DU (dari utara) dan ditandai dengan titik B.
3.        Tariklah garis antara titik A dengan titik puncak Gunung Arjuna. Demikian juga dengan titik B ditarik garis-garis dengan titik puncak Gunung Sindoro.
4.        Perpotongan kedua garis tersebut, titik C adalah posisi dimana kita berada di dalam peta.
4.    Intersection atau ikatan kemuka
Prinsip intersection : menentukan posisi suatu titik di peta dengan menggunakan dua titik atau lebih tanda medan yang dikenali di lapangan. Intersection digunakan untuk mengetahui posisi suatu benda atau posisi seseorang yang terlihat di lapangan, tetapi sukar untuk dicapai. Pada intersection kita sudah harus yakin posisi kita di peta.
Langkah-langkah intersection :
1.        Lakukan orientasi peta atau orientasi medan, dan pastikan kedudukan kita di peta.
2.        Bidiklah obyek yang sedang kita amati, dari posisi kita, yang telah kita ketahui di peta.
3.        Pindahkan sudut pertama yang kita dapati dari hasil bidikan pertama itu ke atas peta berupa satu titik.
4.        Tariklah garis lurus yang menghubungkan titik posisi kita di peta dengan titik hasil bidikan pertama itu.
5.        Bergeraklah ke posisi lain dan lakukanlah kembali resection untuk memastikan kedudukkan kita di peta. Jarak antara posisi pertama bidikan dengan posisi kita yang kedua diharapkan cukup sebanding dengan sudut yang akan diambil/dibidik.
6.        Bidiklah obyek yang sedang kita amati, dari posisi kita yang kedua.
7.        Pindahkan sudut kedua yang kita dapati dari hasil bidikan kedua itu ke atas peta berupa satu titik.
8.        Tariklah garis lurus yang menghubungkan kedua titik kedua posisi kita yang kedua dengan posisi titik hasil bidikan yang kedua.
9.        Perpotongan antara kedua garis lurus tersebut merupakan posisi obyek yang sedang kita amati di atas peta.
Biasanya posisi pertama maupun posisi kedua untuk melakukan bidikan adalah posisi yang tinggi, sehingga dapat mengamati obyek yang berada di bawahnya.

Penjelasan gambar intersection diatas :
Kita sedang mencari sebuah titik C di atas  peta.
1.   Posisi pertama yang akan kita pakai untuk membidik adalah puncak Semeru, karena kita sudah tahu kedudukannya di peta dan mudah dipastikan di lapangan.
2. Pembidikan dari puncak Semeru diperoleh sudut bidikan terhadap objek kita ialah titik B. Titik B bersudut 450 DU (dari utara).
3. Kita berjalan lagi ke Puncak Bromo, dari Puncak Bromo kita bidik lagi objek kita. Hasil bidikan yang kedua ditandai dengan titik A. Titik A bersudut 3450 DU (dari utara).
4. Tariklah garis lurus antara titik B dengan puncak Semeru. Demikian juga tariklah garis lurus antara titik A dengan puncak Bromo.
5. Perpotongan kedua garis tersebut adalah titik C, yaitu posisi objek kita di atas peta.

5.    Menentukan Arah Tanpa Kompas
Dalam sebuah perjalanan dapat saja secara mendadak kompas tidak berfungsi, macet, pecah, atau rusak. Sebagai pengamanan biasakanlah membawa kompas cadangan yang ditempatkan secara terpisah, atau jangan didekatkan. Misalnya saja ditempatkan pada dua orang yang berbeda, sehingga tidak akan saling mempengaruhi medan magnitnya.
Namun jika terpaksa sekali, kita tidak dapat mempergunakan kompas karena gangguan-gangguan di atas atau sama sekali tidak dapat berfungsidan cadanganpun tidak ada, maka kita terpaksa melakukan hal-hal yang cukup spektakuler untuk menentukan arah utara dan selatan.
Berikut ini adalah beberapa cara menemukan arah mata angin dengan bantuan :
a.       Tanda-tanda alam, misalnya:
1.      Kuburan islam menghadap ke utara.
2.      Mesjid menghadap kiblat, untuk wilayah Indonesia mengarah ke sekitar barat laut.
3.      Bagian pohon yang berlumut tebal menunjukan arah timur, karena pada pagi hari sinar matahari belum terik.
b.      Dengan jarum arloji
Untuk daerah sebelah utara khatulistiwa, jarum kecil di arahkan ke matahari, garis pembagi sudut antara jarum kecil dengan angka 12 (dua belas) akan menunjukan arah utara. Untuk daerah sebelah selatan khatulistiwa, caranya sama, hanya saja yang didapatkan arah selatan.
c.       Dengan perbintangan
Beberapa macam rasi bintang yang dapat dijadikan alat bantu untuk menentukan arah utara dan selatan:
1.      Rasi bintang crux (bintang salib/gubuk penceng)
Rasi bintang ini terdiri dari empat bintang utama dan satu bintang bantu. Empat bintang utama membentuk layang-layang. Untuk mengetahui arah utaranya, perhatikan arah yang ditunjukan oleh posisi tiga buah bintang utama yang terdekat. Sedangkan satu utama yang terjauh menunjukan selatan.
2.      Rasi bintang orion
Bintang orion adalah suatu gugusan bintang yang menyerupai gambar orang yang sedang membawa pedang dan ikat pinggang. Tiga buah bintang di atas membentuk “kepala”, yang menunjukan arah utara. Dan arah yang ditunjukan “pedang” adalah menunjuk arah selatan.
3.      Rasi bintang waluku (bajak) dan bintang kutub
Bintang waluku adalah sebuah gugusan bintang yang mudah ditemukan. Bentuknya mirip centong. Bintang ini sebenarnya merupakan bagian dari gugusan bintang Ursa Mayor (beruang besar) dimana fungsi bintang ini menunjukan bintang kutub atau utara yang terdapat pada rangkaian bintang kutub atau beruang kecil (Ursa Minor). Keistimeawan bintang ini, sekalipun gugusan bintang lainnya berputar di langit pada malam hari, tetapi bintang kutub tetap berada di utara.



VII. ALTIMETER dan PENGGUNAANNYA
Altimeter merupakan alat pengukur ketinggian yang dapat membantu menentukan posisi kita, pada medan yang tinggi bergunung-gunung atau terjal, dimana kompas tidak banyak berfungsi atau membantu. Altimeter dapat menggantikan fungsi kompas dengan menunjukan angka ketinggian. Dengan menyuisuri punggungan-punggungan yang mudah dikenali di peta, altimeter akan lebih berperan dalm menentukan arah perjalanan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan altimeter:
1.      Setiap altimeter yang akan dipakai harus di-kalibrasi. Periksalah kembali ketelitian altimeter pada titik-titik ketinggian yang pasti. Misalnya pada stasiun kereta api, yang selalu tercantum ketinggiannya dari permukaan laut.
2.      Altimeter sangat sensitif terhadap guncangan, cuaca dan perubahan temperatur. Sehingga dalam membawa altimeter harus hati-hati, sertakan pula termometer, busur derajat dan sebagainya sebagai alat pembantu.
Penggunaan altimeter untuk mengetahui posisi kita di peta dengan menggunakan satu titik identifikasi, ialah dengan cara:
1.      Kalau kita ada di jalan setapak, di pinggir sungai yang tertera pada peta atau berada di pinggir tebing atau patahan, maka perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dari jalan setapak, atau sungai, atau pinggir tebing, adalah kedudukan atau posisi kita.
2.      Dengan menggunakan altimeter, yaitu dengan mengukur posisi ketinggian kita. Tariklah garis dari satu titik identifikasi yang kita kenali. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan garis kontur yang sesuai dengan posisi ketinggian di peta adalah posisi kita.
Ada cara lain untuk menentukan posisi kita dengan satu titik identifikasi yaitu puncak dari gunung yang sedang kita daki. Kedudukan kita pada gunung itu dapat ditentukan secara kira-kira. Caranya, tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu perkirakan berapa bagian dari gunung yang telah kita daki. Kalau gunung itu sudah kita daki sepertiganya, maka kedudukan kita kira-kira seperti gambar di bawah ini.

VII. ANALISIS PERJALANAN
Analisa pejalanan perlu dilakukan agar kita dapat lebih membayangkan kira-kira alur lintasan perjalanan yang akan kita lalui. Analisa perjalanan dilakukan sebelum perjalanan dimulai, yaitu dengan jalan mempelajari peta yang akan digunakan.
Yang perlu dianalisa dengan cermat adalah jarak yang akan ditempuh, waktu yang akan dipergunakan dan tanda-tanda medan.
1.      Jarak yang akan ditempuh
Jarak diperkirakan dengan mempelajari peta perjalanan. Yang perlu diperhatikan adalah jarak sebenarnyadan yang akan kita tempuh, bukan jarak horizontal. Kita dapat memperkirakan jarak (kondisi medan) lintasan yang akan ditempuh dengan jalan memproyeksikan lintasan (lihat gambar garis kontur) kmudian mengalihkannya dengan skala untuk memperoleh jarak sebenarnya.
2.      Waktu yang akan dipergunakan
Ada teori klasik untuk memperkirakan waktu tempuh ini, yaitu aturan Naismith, yaitu kecepatan rata-rata orang berjalan pada medan horizontal (datar) adalah 5 km/jam dan setiap kenaikan 300 m ditambah 0,5 jam.
Contoh : jika direncanakan perjalanan sejauh 10 km dengan pertambahan kenaikan vertikal 600 m, maka waktu tempuh kita adalah :
(10 km/5 km/jam) + (600 m/300 m) x (0,5 jam) = 3 jam
untuk kecepatan perjalanan pada medan yang menurun digunakan rumus : setiap penurunan300 m, waktu tempuhnya 5 km/jam + 10 menit.
Catatan : perhitungan tersebut hanya berlaku pada medan yang tidak bersemak. Selain itu waktu tempuh akan bervariasi tergantung pada hal-hal seperti keadaan fisik, beban yang dibawa, keadaan lintasan ( berpasir, tanah keras, berlumpur,bersalju) dan kondisi cuaca.
3.      Tanda-tanda medan
Cari dan ingat-ingatlah tanda-tanda medan yang ada di peta yang mungkin dapat menjadi pedoman dalam menempuh perjalanan. Misalnya sungai, danau, tebing dan lain-lain.
4        Medan tidak sesuai Peta
Jangan terlalu cepat membuat kesimpulan untuk menyalahkan petanya. Memang banyak sungai-sungai kecil yang tidak tergambar di peta, karena sungai tersebut mengering ketika musim panas. Ada kampung yang sudah berubah, jalan setapak yang hilang dan masih banyak perubahan-perubahan lainnya yang mungkin terjadi.
Bila tidak ada kesesuaian antara peta dengan kondisi lapangan, baca kembali peta tersebut dengan lebih teliti. Cari tanda-tanda medan yang mudah dikenali. Jangan terpaku pada satu gejala saja yang ada di peta, sehingga hal-hal lain yang dapat dianalisa terlupakan. Kalau terlalu banyak hal, yang tidak sesuai dengan peta kemungkinan besar kita yang salah, salah mengikuti punggungan, salah menyusuri sungai, atau salah dalam melakukan resection. Peta topografi 1:25000 atau 1:50000 umumnya cukup teliti.